I.
PENDAHULUAN
Khulafaur Rasyidin adalah empat khalifah
pertama dalam tradisi Islam Sunni, sebagai pengganti Muhammad, yang dipandang
sebagai pemimpin yang mendapat petunjuk dan patut dicontoh. Mereka semuanya
adalah sahabat dekat Nabi Muhammad SAW, dan penerusan kepemimpinan mereka bukan
berdasarkan keturunan, namun penerusan kepemimpinan tersebut berbeda – beda ada
yang menggunakan sistem berdasarkan pemilihan, namun ada juga
yang melalui penunjukan. Sejarah
mencatat bahwa langkah-langkah para khulafaur rasyidin dalam melanjutkan
kepemimpinan dalam islam berjalan cukup baik. Ekspansi wilayah juga sangat
berkembang terutama pada masa khalifah Abu Bakar As-Sidiq. Pada masa
kepemimpinannya banyak wilayah – wilayah yang dikuasai diantaranya Iran dan
beberapa kota Irak seperti Anbar, Daumatul Jandal, dan Faradh, dan masih banyak
lagi wilayah – wilayah yang ditaklukan. Pada masa khulafaur rasyidin islam
memang mengalami perkembanagan yang sangat pesat, namun pada saat pemerintahan
Ali bin Abi thalib banyak terjadi pemberontakan. Masyarakat banyak yang
menentang.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana peta wilayah dan demografi islam pada masa khulafaur rasyidin?
B. Apa saja teladan yang dapat kita ambil dari pemerintahan khulafaur rasyidin?
III.
PEMBAHASAN
A.
Peta Wilayah dan Demografi Islam pada Masa
Khlafaur Rasyidin
1.
Peta
Wilayah
a.
Masa
Khalifah Abu Bakar As-Sidiq (632-634 M)
Setelah Nabi wafat, Abu Bakar As-Sidiq terpilih menjadi khalifah
melalui proses pemilihan sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor yang berkumpul di
balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Setelah mereka bermusyawarah cukup alot
karena masing – masing menginginkan jabatan sebagai khalifah, maka akhirnya
dengan semangat ukhuwah islamiah yang tinggi terpilihlah Abu Bakar As-Sidiq sebagai
khalifah.[1] Masa
pemerintahannya hanya dua tahun, selama masa pemerintahannya Abu Bakar malakukan
konsolidasi, penertiban, dan pengamanan sebagai akibat dari munculnya kelompok
yang tidak mau tunduk pada ajaran islam. Masa awal kekhalifahannya Abu Bakar
digoncang pemberontakan oleh orang – orang murtad, orang – orang yang mengaku
sebagai nabi, dan orang – orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan hal ini
Abu bakar memusatkan perhatiannya untuk memerangi para pemberontak yang dapat
mengacaukan keamanan dan memerangaruhi orang – orang islam yang masih lemah
imannya untuk menyimpang dari ajaran islam.
Dengan demikian, dikirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak
di Yamamah.[2]Hasil
operasi penumpasan itu sangatlah menggembirakan, sehingga amanlah negara dari
gangguan – gangguan yang telah disebutkan seperti kaum murtad dan orang – orang
yang tidak mau membayar zakat.[3]
Namun pada saat penumpasan tersebut banyak umat islam yang gugur yang terdiri
dari sahabat dekat Rasulullah dan para Hafidz Al-Qur’an, sehingga mengurangi jumlah
sahabat yang hafal Al-Qur’an. Oleh karena itu, Umar bin Khattab menyarankan
kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat – ayat Al- Qur’an. Kemudian Abu bakar
melaksanakannya dan menyerahkan tugas tersebut kepada Zaid bin Tsabit. Ekspansi
wilayah yang dilakukan oleh Abu Bakar As-sidiq yaitu:
1)
Wilayah
Irak yang dipimpin oleh Khalid bin Walid
Abu
bakar menguasai Irak dengan beberapa alasan yakni mengejar para pemberontak
yaitu kelompok pendukung nabi palsu dari Bahrain yang lari dan menyusup ke Irak
dan melindungi kaum muslimin dari serbuan Irak yang dibantu oleh Persia.
Dan
daerah – daerah yang berhasil dikuasai adalah:
a)
Qatif
dan Hajar di utara Bahrain
b)
Harf
dan Khazhimah, selatan Basrah
c)
Mazar,
Walajah, Allis, dan Amghisi, di barat Basrah
d)
Hijarah
dan Ubullah, antara kota Basrah dan Madain
e)
Al
Anbar dan Ainuttame, di sebelah barat Madain
f)
Firadh,
di utara Al Anbar, dekat perbatasan wilayah Romawi
2)
Wilayah
Syam yang di pimpin oleh Yazid bin Sa’id
Penguasaan wilayah syam dimaksudkan untuk menundukkan kembali kaum
murtad di bagian utara Madinah, yaitu wilayah Daumatul Jandal, Tabuk, dan
Mut’ah. Dengan adanya Yazid bin Sa’id menimbulkan kecemburuan pihak penguasa
Romawi. Mereka menyerang wilayah yang telah dikuasai oleh muslimin. Mengetahui
hal tersebut khalifah Abu Bakar mengirimkan empat orang panglima perang. Keempat
panglima tersebut yaitu:
(a)
Abu
Ubaidah Ibnul Jarrah dan pasukannya ke Hims
(b)
Amr
Bin Ash dan pasukannya ke Palestina
(c)
Yazid
Ibn Abi Sufyan dan pasukannya ke Damaskus
(d)
Syurahbil bin Hasanah dan pasukannya dikirim
ke Yordania.[4]
b. Masa Khalifah Umar bin Khattab
(634-643 M)
Umar bin Khattab
memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza. Dia berasal
dari Bani Adi bin Ka’ab. Banni Ka’ab adalah kelompok kecil dari suku Quraisy.[5] Pada
masa khalifah Umar bin Khatab, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha
perluasan wilayah Islam memperoleh hasil
yang gemilang. Ekspansi wilayah pada masa Umar bin Khattab yaitu:
1) Melanjutan pembebasan di Syam
Khalid bin Walid diberhentikan, dan diganti oleh Abu Ubaidah
bin Jarrah. Upaya membebaskan kota
Damsyik pernah dilakukan kaum muslimin
di bawah panglima Khalid
bin Sa’id. Upaya
itu gagal oleh serangan pasukan Romawi dibawah Panglima Bahan. Pasukan
Khalid bin Walid
mendesak dari arah
timur, Abu Ubaidah dari pintu
Babul Jabiah, Amru bin Ash dari Babut Tuma, syuhrabil dari
Babul Faradis, Yazid
bin Abu Sufyan
dari Babush Shaghir.[6]
Rupanya pihak lawan
masih bertahan karena
mereka menunggu bala bantuan
dari Romawi, karena
bala bantuan tak kunjung datang
maka mereka menyerah (14 H/635 M). Setelah menyerah, dibentuk tiga pasukan
yaitu:
a) Yazid bin Abi Sufyan tetap di Damsyik untuk mengamati wilayah wilayah
yang baru dibebaskan
b) Abu
Ubaidah dan Khalid
bin Walid menuju
utara dan berhasil
membebaskan
Hims, Hama, Qinnisrin,
laziqiah, dan Halab/ Aleppo.
c) Amru
bin Ash dan
Syuhrabil bertugas ke Selatan
dan berhasil
membebaskan Akka, Yaffa, dan
Khazzah.
Ketika pembebasan
baitul maqdis, kaum muslimin menganggap
Baitul Maqdis sebagai kota
yang suci, karena
itu perlu dilakukan
pembebasan. Umat Nasrani saat itu
melihat penindasan yang dilakukan oleh
bangsa Romawi dan mendengar
kekalahan pasukan Romawi di berbagai
tempat dan mendengar perlakuan baik oleh
pemimpin muslim terhadap
daerah yang dikuasainya. Oleh
karena itu, mereka
merasa tidak ada gunanya melawan pasukan muslimin, kemudian
mereka sepakat untuk damai. Para pemimpin
masyarakat bersedia menyerahkan
Baitul Maqdis dengan dua syarat, yaitu kebebasan beragama dan penyerahan yang dilakukan langsung
oleh Amirul Mukmin
yaitu Umar bin Khattab. Dan kedua persyaratan tersebut akhirnya
disetujui.
2) Pembebasan Mesir
Di Mesir
terdapat kota Iskandaria yang menjadi kota pelabuhan dan
pertahanan angkatan laut untuk Asia dan
Afrika. Kemudian khalifah Umar
memerintahkan Amru bin
Ash untuk membebaskan Mesir. Namun Iskandaria dipertahankan
dengan segala kekuatan
oleh angkatan laut yang
amat besar. Amru bin Ash
berupaya mendobrak pertahanan kota
pelabuhan itu, tetapi
belum berhasil. Namun dengan semangat yang tinggi dan kerja
keras akhirnya tentara Romawi tidak tahan lagi menghadapi serangan yang terus
menerus dari kaum muslimin, dan akhirnya mereka mengundurkan diri. Dan
Iskandariahpun jatuh ke tangan islam melalui perjanjian yang dilakukan oleh
Gubernur Muqauqis. Isi perjanjian tersebut yaitu:
a) Jaminan mengenai kebebasan beragama
b) Tentara Romawi meninggalkan Mesir
c) Membayar jizyah (pajak).
Peta
wilayah kekuasaan Umar bin Khattab[7]:
![img017.jpg](file:///C:\Users\lenovo\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
c. Masa
Khalifah Ustman bin Affan (644-656 M)
Ustman
bin Affan adalah khalifah yang ketiga dari khulafaur rasyidin. Beliau menjabat
khalifah kurang lebih 12 tahun lamanya. Dan beliau diangkat sebagai khalifah
pada usia 70 tahun, setelah wafatnya khalifah Umar bin Khattab. Beliau mengikrarkan
diri masuk islam di hadapan Nabi setelah ia diajak masuk islam oleh Abu Bakar
Ash-Sidiq.[8]
Ekspansi wilayah pada masa Khalifah Utsman Afrika, Asia, dan Eropa. Daerah
tersebut adalah:
1) Perluasan
ke Afrika yaitu Barqah, Tripoli Barat, dan Nubah (bagian selatan Mesir)
2) Perluasan
ke Afrika yaitu Thabaristan, wilayah seberang S. Jihun, Harah, Kabul, Tukistan,
dan Armenia
3) Perluasan
ke Eropa yaitu Pulau Cyprus.
Mayoritas penduduk yang semula
hidupnya tergantung pada kaum bangsawan
dan hartawan, sangat antusias menerima agama islam dan memeluknya. Lebih –
lebih di daerah kekuasaan Romawi yang hamper dua pertiga penduduknya. Berikut
peta wilayah kekuasaan pada masa Ustman bin Affan[9]:
![img018.jpg](file:///C:\Users\lenovo\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image004.jpg)
d.
Masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib adalah putra dari paman
Rasulullah SAW dan suami dari Fatimah anak Rasulullah. Ali dididik oleh Nabi.
Ali adalah khaifah keempat setelah Ustman bin Affan. Pada pemerintahannya sudah
diguncang peperangan dengan Aisyah atau disebut perang jamal beserta Thalhah
dan Zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Ustman.
Ali mengirimkan 2000 pasukan melawan 3000 pasukan pimpinan Aisyah, Zubair bin
Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Dan pertempuran tersebut dimenangkan oleh
pihak Ali bin Abi Thalib. Setelah berhasil menghadapi pemberontakan dengan
Aisyah muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali tidak
pernah mendapat ketenanngan dan kedamaian. [10]
Meskipun pada masa Ali terdapat peperangan yang berkepanjangan namun pendidikan
islam terutama pendidikan keagamaan tidak berhenti. Pendidikan aqidah, akhlak,
dan ibadah terus terlaksana, masjid – masjid juga masih berfungsi sebagai
tempat ibadah. Hanya saja pada saat terjadi peperangan antara Ali dan Muawiyyah
sedikit banyak membawa pengaruh pada perkembangan pendidikan.
Pada masa pemerintahan Ali terlihat
bahwa terjadi kekacauan dan pemberontakan sehingga di masa ia berkuasa
pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa ia berkuasa,
kegiatan pendidikan mendapat hambatan dan gangguan. Ekspansi wilayah pada masa
Ali bin Abi Thalib memang relatif tidak dilanjutkan dikarenakan Ali disibukkan
dengan urusan dalam negeri. Masa – masa kejayaan khulafaur rasyidin terjadi
pada masa Umar bin Khattab serta masa tujuh tahun pertama pemerintahan Ustman
bin Affan. Setelah itu, terjadi gonjang ganjing politik yang berakibat
terbunuhnhya Ustman bin Affan serta Ali bin abi Thalib.[11]Kareakteristik
masyarakat pada masa khulafaur rasyidin didominasi dengan masyarakat yang
penentang, pembangkang, pemberontak dan pada masa khulafaur rasyidin ini kaum
wanita sudah mulai bangkit. Hal ini ditandai dengan adanya perang jamal yang
dipimpin oleh Aisyah.
Berikut
merupakan peta wilayah kekuasaan khulafaur rasyidin:
![SCAN0951.jpg](file:///C:\Users\lenovo\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image006.jpg)
2. Demografi
Wilayah
Jazirah Arab bagian tengah terdiri dari tanah pegunungan yang tandus, karena
itulah penduduknya nomaden, yakni berpindah – pindah. Di daerah ini terdapat
orang Badui yang hidup bebas, mereka enggan menetap dan bercocok tanam. Wilayah
ini termasuk didalamnya adalah Najed dan Al-Ahqaf. Penduduk wilayah di padang pasir ini
mempunyai sifat yang berani, karena memang banyak mengalami kesulitan yang
mengakibatkan keberanian tersebut. Namun keberanian ini sering disalahgunakan,
diantaranya untuk memerangi penduduk yang menempati daerah subur. Maka dari
ituah sering terjadi peperangan untuk merebutkan tempat – tempat subur. [12]
Adapun
Jazirah arab di bagian tepi terdiri dari
tanah yang subur karena curah hujan yang cukup, dan penduduknya bukanlah
pengembara. K. Hitti dalam karyanya yang terkenal History of the Arab,
dengan jelas menggambarkan permukaan arab hampir seluruhnya gurun pasir dengan
daerah yang sempit yang dapat dihuni di sekitar pinggiran. Ketika jumlah
penduduknya bertambah dan melampaui kapasitas tanah yang dapat menampung,
mereka harus mencari tanah yang luas.
Karakteristik
masyarakat Arab masih terdapat kebiasaan lama yaitu adnya semangat untuk
mendapatkan kebanggaan bagi kelompok – kelompok atau golongan. Tetapi berkat
teladan yang diberikan oleh Abu Bakar sebagai salah seorang muhajirin, masalah
ini dapat diselesaikan.[13]
Pada masa Abu Bakar As-Sidiq hampir seluruhnya beragama islam, namun ada
sebagian non-muslim yakni Yahudi, Kristen, dan beberapa para penganut
agama Zoroaster. Sedangkan suku Berber
dan Turki masih kafir. Sedangkan Penduduk di sana berasal dari Arab murni.
Mengenai kondisi perekonomian, khususnya perdagangan memang benar-benar
memprihatinkan setelah peperangan sebelumnya.
Kekuasaan yang
dijalankan pada masa Abu Bakar bersifat sentral yakni kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif yang terpusat di tangan khalifah. Abu Bakar membagi
wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa provinsi dan setiap
provinsi ia menugaskan seorang amir atau wali (semacam gubernur).[14]
Penaklukan ibu kota kerajaan yang tersebar di Asia
memungkinkan putra – putra gurun Arab yang tandus itu bersentuhan secara
langsung dengan kemewahan dan kenyamanan yang menjadi dasar kehidupan modern. Iwan
Kisra, istana kerajaan dengan kamar – kamarnya yang luas, berbagai patung
yang indah dan peralatan serta perhiasan yang serba mewah. Meskipun pada masa
umar banyak memperoleh harta kekayaan, namun beliau tidak tergiur dengan
kekayaannya dan tidak suka berwah – mewah.
Orang yang mendiami di wilayah pada masa Umar adalah orang
Arab dan bangsa ajam. Karena mereka meniadakan diskriminasi ras, warna kulit,
etnis, atau bahasa dan hukum islam memperbolehkan pernikahan dengan non-muslim,
serta visi yang mendorong mereka untuk mempraktikkan perkawinan antar suku/
bangsa dan menyatu dengan umat manusia, maka para imigran Arab ini berbaur
dengan mereka karena prestise yang ditimbulkan dari persekutuan seperti ini.
Arab ini berbaur dengan penduduk asli dan antusiasme yang besar. Penduduk
pribumi sendiri ingin sekali berbaur dengan mereka karena prestise yang
ditimbulkan dari persekutuan seperti ini.
Beberapa anekdot dalam sejarah arab yang memaparkan
perbedaan budaya antar dua bangsa itu sungguh menggelikan dan sekaligus
informatif, Kapur barus yang belum pernah mereka liat sebelumnya, mereka
jadikan garamm dan bumbu masak. Kemudian benda kuning yaitu emas, mereka
tawarkan untuk ditukar dengan benda putih yaitu perak.[15]
Pada masa Umar bin Khattab kepercayaan yang di anut bermacam – macam antara
lain Muslim, Nasrani, Yahudi, Majusi, dan Shabi’in. Tanahnya yang subur dan
letaknya yang strategis, di dekat suriah dan Hijaz. Hal ini menumbuhkan
berbagai tanaman biji – bijian, sehingga merekapun bertani. Selain bertani,
mereka juga ada yang berdagang, namun pekerjaan sebagai penggembala juga masih
mereka jalankan.
Pada masa Ustman bin Affan, mata pencaharian mereka semakin
berkembang seperti perikanan, perkapalan, dan ada juga yang dapat membuat usaha
sendiri dirumah (home industri). Adapun agama kepercayaan mereka masih smaa
dengan masa sebelumnya yaitu Islam, Majusi, Nasrani, Yahudi, dan Shabi’in. Pada
masa Ali bi Abi thalib terjadi banyak pemberontakan, sehingga pada masa Ali ini
dianggap sebagai awal munculnya gerakan radikalisme pertama yaitu kelompok
khawarij.
B.
Meneladani Kepemimpinan Khulafaurrasyidin
Sebagai muslim, kita patut
meneladani kepemimpinan khulafaurrasyidin. Diantara cara meneladani sikap
kepemimpinan mereka, yaitu sebagai berikut:
1.
Setiap
muslim harus memiliki sifat jujur, sehingga dapat dipercaya orang lain.
2.
Setiap
muslim harus belajar untuk hidup sederhana.
3.
Setiap
muslim harus memiliki sifat dermawan, terutama kepada orang-orang yang
membutuhkan.
4.
Setiap
muslim harus memiliki sifat rendah hati dan bijaksana.
5.
Setiap
muslim harus memiliki sikap pemberani dalam membela agama Islam.
Seorang
pemimpin juga harus memiliki sikap kepemimpinan seperti khulafaurrasyidin, diantaranya sebagai berikut:
1.
Pemimpin
harus memiliki sifat jujur dan dapat dipercaya dalam mengemban amanah yang
diberikan kepada rakyatnya.
2.
Pemimpin
lebih mementingkan kepentingan umat atau rakyatnya daripada kepentingan pribadi
atau golongan.
3.
Pemimpin
harus memiliki sifat dermawan yang senantiasa mendermakan sebagian hartanya
kepada orang-orang yang memmbbutuhkan.
4.
Pemimipin
harus memiliki prihal yang rendah hati, bijaksana, dan tegas dalam menjalankan
keadilan. Tidak ada perbedaan antara rakyat yang mampu ataupun tidak, keluarga
atau golongan ataupun rakyat biasa.
5.
Pemimpin
harus memiliki skill (kemampuan) intelektual yang cukup sehingga mampu memimpin
pemerintahan dengan benar. [16]
IV.
SIMPULAN
Peta wilayah dan demografi islam pada masa khulafaur rasyidin yaitu:
1.
Masa
Khalifah Abu Bakar As-Sidiq (632-634 M)
Wilayah Irak, daerah – daerah yang berhasil dikuasai adalah: Qatif
dan Hajar di utara Bahrain, Harf dan Khazhimah, selatan Basrah, Mazar, Walajah,
Allis, dan Amghisi, di barat Basrah, Hijarah dan Ubullah, antara kota Basrah
dan Madain, Al Anbar dan Ainuttame, di sebelah barat Madain, Firadh, di utara
Al Anbar, dekat perbatasan wilayah Romawi. Wilayah Syam yang berhasil di
kuasai: Hims, Palestina, Damaskus, Yordania.
2.
Masa
Khalifah Umar bin Khattab (634-643
M)
Melanjutan pembebasan di Syam yaitu: Damsyik, Hims, Hama,
Qinnisrin, laziqiah, dan Halab/Aleppo, Akka, Yaffa, dan Khazzah.
Dan di Mesir.
3.
Masa Khalifah Ustman bin Affan (644-656 M)
Di bagian Afrika: Barqah,
Tripoli Barat, dan Nubah (bagian selatan Mesir). Dibagian Afrika: Thabaristan,
wilayah S. Jihun, Harah, Kabul, Tukistan dan Armenia, dan dibagian Eropa yaitu
Pulau Cyprus.
4.
Masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
Ekspansi
wilayah pada masa Ali bin Abi Thalib memang relatif tidak dilanjutkan
dikarenakan Ali disibukkan dengan urusan dalam negeri.
Masyarakat pada masa khulafaur rasyidin ini
kebanyakan penduduk beragama islam, namun ada juga penduduk yang beragama
Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Shabi’in. Pada masa ini perekonomian Negara cukup
menggembirakan, terlebih pada masa Umar bin Khattab.Masyarakatnya suka hidup
bermewah-mewah, namun tidak semuanya hidup dengan bermewah-mewah. Mata
pencaharian pada masa ini mulai beragam, dari pertanian, perdagangan,
penggembala, home industri, perkapalan dan perikanan.
Teladan
yang dapat kita contoh yaitu:
1. Setiap muslim harus memiliki sifat jujur, sehingga dapat dipercaya
orang lain.
2. Setiap muslim harus belajar untuk hidup sederhana.
3. Setiap muslim harus memiliki sifat dermawan, terutama kepada
orang-orang yang membutuhkan.
4. Setiap muslim harus memiliki sifat rendah hati dan bijaksana.
5. Setiap muslim harus memiliki sikap pemberani dalam membela agama
Islam
V.
PENUTUP
Demikian
makalah yang dapat saya sampaikan. Saya telah berusaha semaksimal mungkin untuk
membuat makalah ini dengan segala keterbatasan saya. Apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan makalah ini, saya mohon maaf.
Untuk itu, kritik dan saran anda yang membangun sangat saya harapkan
untuk perbaikan makalah kedepannya. Saya berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca maupun penulis. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
[1]
Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 113.
[2]
Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 45.
[3]
Haidar Putra
Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 51.
[5]
Bahroin
Suryantara dan Syarifudin Juhri, Sejarah Kebudayaan Islam 1, (Jakarta:
Yudhistira, 2002), hlm. 56.
[6]
Ali Mufrodi, Islam
di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 54.
[7]
Sami bin
Abdullah al-Maghluts, Atlas Agama Islam, (Jakarta: PT.Niaga Swadaya,
2009), hlm. 137.
[8] Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh – Tokoh Besar Islam Sepanjang
Sejarah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm. 10.
[9]
Sami bin
Abdullah al-Maghluts, Atlas Agama Islam, hlm. 158.
[10] Hanun Asrobah, Sejarah Perdaban Islam,
(Jakarta: Wacana Ilmu, 2001), hlm. 21.
[12]
Fatah Syukur, Sejarah
Peradaban Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm.14.
[13]
Muhammad
Thohir, Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus,(Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya, 1981), 45.
[14] http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html, Diposkan oleh
(Muttaqin, Politik Islam Masa Khulafaur Rasyidin, 10 Januari 2011, Pukul
09.15), Diunduh pada 14 Maret 2015, Pukul 10.50).
[15]
Philip K.Hitti,
History of The Arab, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002), hlm. 196.
[16]
Bahroin
Suryantara dan Syarifudin Juhri, Sejarah Kebudayaan Islam 1, hlm:67.