Minggu, 19 April 2015

PETA WILAYAH KHULAFAURRASYIDIN



I.                   PENDAHULUAN
            Khulafaur Rasyidin adalah empat khalifah pertama dalam tradisi Islam Sunni, sebagai pengganti Muhammad, yang dipandang sebagai pemimpin yang mendapat petunjuk dan patut dicontoh. Mereka semuanya adalah sahabat dekat Nabi Muhammad SAW, dan penerusan kepemimpinan mereka bukan berdasarkan keturunan, namun penerusan kepemimpinan tersebut berbeda – beda ada yang menggunakan sistem berdasarkan pemilihan, namun ada juga yang melalui penunjukan. Sejarah mencatat bahwa langkah-langkah para khulafaur rasyidin dalam melanjutkan kepemimpinan dalam islam berjalan cukup baik. Ekspansi wilayah juga sangat berkembang terutama pada masa khalifah Abu Bakar As-Sidiq. Pada masa kepemimpinannya banyak wilayah – wilayah yang dikuasai diantaranya Iran dan beberapa kota Irak seperti Anbar, Daumatul Jandal, dan Faradh, dan masih banyak lagi wilayah – wilayah yang ditaklukan. Pada masa khulafaur rasyidin islam memang mengalami perkembanagan yang sangat pesat, namun pada saat pemerintahan Ali bin Abi thalib banyak terjadi pemberontakan. Masyarakat banyak yang menentang.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.     Bagaimana peta wilayah dan demografi islam pada masa khulafaur rasyidin?
B.     Apa saja teladan yang dapat kita ambil dari pemerintahan khulafaur rasyidin?

III.             PEMBAHASAN
A.     Peta Wilayah dan Demografi Islam pada Masa Khlafaur Rasyidin
1.      Peta Wilayah
a.       Masa Khalifah Abu Bakar As-Sidiq (632-634 M)
Setelah Nabi wafat, Abu Bakar As-Sidiq terpilih menjadi khalifah melalui proses pemilihan sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor yang berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Setelah mereka bermusyawarah cukup alot karena masing – masing menginginkan jabatan sebagai khalifah, maka akhirnya dengan semangat ukhuwah islamiah yang tinggi terpilihlah Abu Bakar As-Sidiq sebagai khalifah.[1] Masa pemerintahannya hanya dua tahun, selama masa pemerintahannya Abu Bakar malakukan konsolidasi, penertiban, dan pengamanan sebagai akibat dari munculnya kelompok yang tidak mau tunduk pada ajaran islam. Masa awal kekhalifahannya Abu Bakar digoncang pemberontakan oleh orang – orang murtad, orang – orang yang mengaku sebagai nabi, dan orang – orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan hal ini Abu bakar memusatkan perhatiannya untuk memerangi para pemberontak yang dapat mengacaukan keamanan dan memerangaruhi orang – orang islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari ajaran islam.
Dengan demikian, dikirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah.[2]Hasil operasi penumpasan itu sangatlah menggembirakan, sehingga amanlah negara dari gangguan – gangguan yang telah disebutkan seperti kaum murtad dan orang – orang yang tidak mau membayar zakat.[3] Namun pada saat penumpasan tersebut banyak umat islam yang gugur yang terdiri dari sahabat dekat Rasulullah dan para Hafidz Al-Qur’an, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal Al-Qur’an. Oleh karena itu, Umar bin Khattab menyarankan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat – ayat Al- Qur’an. Kemudian Abu bakar melaksanakannya dan menyerahkan tugas tersebut kepada Zaid bin Tsabit. Ekspansi wilayah yang dilakukan oleh Abu Bakar As-sidiq yaitu:
1)      Wilayah Irak yang dipimpin oleh Khalid bin Walid
Abu bakar menguasai Irak dengan beberapa alasan yakni mengejar para pemberontak yaitu kelompok pendukung nabi palsu dari Bahrain yang lari dan menyusup ke Irak dan melindungi kaum muslimin dari serbuan Irak yang dibantu oleh Persia.
Dan daerah – daerah yang berhasil dikuasai adalah:
a)                  Qatif dan Hajar di utara Bahrain
b)                  Harf dan Khazhimah, selatan Basrah
c)                  Mazar, Walajah, Allis, dan Amghisi, di barat Basrah
d)                  Hijarah dan Ubullah, antara kota Basrah dan Madain
e)                  Al Anbar dan Ainuttame, di sebelah barat Madain
f)                    Firadh, di utara Al Anbar, dekat perbatasan wilayah Romawi
2)      Wilayah Syam yang di pimpin oleh Yazid bin Sa’id
Penguasaan wilayah syam dimaksudkan untuk menundukkan kembali kaum murtad di bagian utara Madinah, yaitu wilayah Daumatul Jandal, Tabuk, dan Mut’ah. Dengan adanya Yazid bin Sa’id menimbulkan kecemburuan pihak penguasa Romawi. Mereka menyerang wilayah yang telah dikuasai oleh muslimin. Mengetahui hal tersebut khalifah Abu Bakar mengirimkan empat orang panglima perang. Keempat panglima tersebut yaitu:
(a)    Abu Ubaidah Ibnul Jarrah dan pasukannya ke Hims
(b)   Amr Bin Ash dan pasukannya ke Palestina
(c)    Yazid Ibn Abi Sufyan dan pasukannya ke Damaskus
(d)    Syurahbil bin Hasanah dan pasukannya dikirim ke Yordania.[4]
b.      Masa Khalifah Umar bin Khattab (634-643 M)
Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza. Dia berasal dari Bani Adi bin Ka’ab. Banni Ka’ab adalah kelompok kecil dari suku Quraisy.[5] Pada masa khalifah Umar bin Khatab, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan  wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Ekspansi wilayah pada masa Umar bin Khattab yaitu:
1)      Melanjutan pembebasan di Syam
Khalid bin Walid diberhentikan, dan diganti oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Upaya  membebaskan  kota  Damsyik  pernah  dilakukan kaum  muslimin  di bawah  panglima  Khalid  bin  Sa’id.  Upaya  itu gagal oleh serangan pasukan Romawi dibawah Panglima Bahan.  Pasukan  Khalid  bin  Walid  mendesak  dari  arah  timur,  Abu Ubaidah dari pintu Babul Jabiah, Amru bin Ash dari Babut Tuma, syuhrabil  dari  Babul  Faradis,  Yazid  bin  Abu  Sufyan  dari  Babush Shaghir.[6] Rupanya  pihak  lawan  masih  bertahan  karena  mereka menunggu  bala  bantuan  dari  Romawi,  karena  bala bantuan  tak kunjung datang maka mereka menyerah (14  H/635  M). Setelah menyerah, dibentuk tiga pasukan yaitu:
a)      Yazid bin Abi Sufyan tetap  di Damsyik untuk mengamati wilayah wilayah yang baru dibebaskan
b)      Abu  Ubaidah  dan  Khalid  bin  Walid  menuju  utara  dan  berhasil
membebaskan  Hims,  Hama,  Qinnisrin,  laziqiah,  dan Halab/ Aleppo.
c)      Amru  bin  Ash  dan  Syuhrabil  bertugas  ke Selatan  dan  berhasil
membebaskan Akka, Yaffa, dan Khazzah.
Ketika pembebasan baitul maqdis, kaum  muslimin  menganggap  Baitul  Maqdis  sebagai kota  yang  suci,  karena  itu  perlu  dilakukan  pembebasan. Umat Nasrani  saat itu melihat penindasan yang dilakukan oleh  bangsa  Romawi  dan mendengar  kekalahan  pasukan Romawi  di berbagai  tempat  dan mendengar  perlakuan baik  oleh  pemimpin  muslim  terhadap  daerah  yang dikuasainya.  Oleh  karena  itu,  mereka  merasa  tidak  ada gunanya melawan pasukan muslimin, kemudian mereka sepakat untuk damai. Para pemimpin  masyarakat  bersedia  menyerahkan  Baitul Maqdis dengan dua syarat, yaitu kebebasan beragama dan penyerahan  yang dilakukan  langsung  oleh  Amirul  Mukmin  yaitu Umar bin Khattab. Dan kedua persyaratan tersebut akhirnya disetujui.
2)      Pembebasan Mesir
Di Mesir  terdapat  kota  Iskandaria yang menjadi kota pelabuhan dan pertahanan angkatan laut untuk Asia dan  Afrika.  Kemudian khalifah  Umar  memerintahkan  Amru  bin  Ash untuk membebaskan Mesir. Namun Iskandaria  dipertahankan  dengan  segala  kekuatan  oleh angkatan  laut  yang  amat  besar.  Amru bin Ash  berupaya  mendobrak pertahanan  kota  pelabuhan  itu,  tetapi  belum  berhasil.  Namun dengan semangat yang tinggi dan kerja keras akhirnya tentara Romawi tidak tahan lagi menghadapi serangan yang terus menerus dari kaum muslimin, dan akhirnya mereka mengundurkan diri. Dan Iskandariahpun jatuh ke tangan islam melalui perjanjian yang dilakukan oleh Gubernur Muqauqis. Isi perjanjian tersebut yaitu:
a)      Jaminan mengenai kebebasan beragama
b)      Tentara Romawi meninggalkan Mesir
c)      Membayar jizyah (pajak).

Peta wilayah kekuasaan Umar bin Khattab[7]:

img017.jpg
















c.       Masa Khalifah Ustman bin Affan (644-656 M)
Ustman bin Affan adalah khalifah yang ketiga dari khulafaur rasyidin. Beliau menjabat khalifah kurang lebih 12 tahun lamanya. Dan beliau diangkat sebagai khalifah pada usia 70 tahun, setelah wafatnya khalifah Umar bin Khattab. Beliau mengikrarkan diri masuk islam di hadapan Nabi setelah ia diajak masuk islam oleh Abu Bakar Ash-Sidiq.[8] Ekspansi wilayah pada masa Khalifah Utsman Afrika, Asia, dan Eropa. Daerah tersebut adalah:
1)      Perluasan ke Afrika yaitu Barqah, Tripoli Barat, dan Nubah (bagian selatan Mesir)
2)      Perluasan ke Afrika yaitu Thabaristan, wilayah seberang S. Jihun, Harah, Kabul, Tukistan, dan Armenia
3)      Perluasan ke Eropa yaitu Pulau Cyprus.
Mayoritas penduduk yang semula hidupnya  tergantung pada kaum bangsawan dan hartawan, sangat antusias menerima agama islam dan memeluknya. Lebih – lebih di daerah kekuasaan Romawi yang hamper dua pertiga penduduknya. Berikut peta wilayah kekuasaan pada masa Ustman bin Affan[9]:
img018.jpg















d.      Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
            Ali bin Abi Thalib  bin Abdul Muthalib adalah putra dari paman Rasulullah SAW dan suami dari Fatimah anak Rasulullah. Ali dididik oleh Nabi. Ali adalah khaifah keempat setelah Ustman bin Affan. Pada pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah atau disebut perang jamal beserta Thalhah dan Zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Ustman. Ali mengirimkan 2000 pasukan melawan 3000 pasukan pimpinan Aisyah, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Dan pertempuran tersebut dimenangkan oleh pihak Ali bin Abi Thalib. Setelah berhasil menghadapi pemberontakan dengan Aisyah muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali tidak pernah mendapat ketenanngan dan kedamaian. [10] Meskipun pada masa Ali terdapat peperangan yang berkepanjangan namun pendidikan islam terutama pendidikan keagamaan tidak berhenti. Pendidikan aqidah, akhlak, dan ibadah terus terlaksana, masjid – masjid juga masih berfungsi sebagai tempat ibadah. Hanya saja pada saat terjadi peperangan antara Ali dan Muawiyyah sedikit banyak membawa pengaruh pada perkembangan pendidikan.
            Pada masa pemerintahan Ali terlihat bahwa terjadi kekacauan dan pemberontakan sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa ia berkuasa, kegiatan pendidikan mendapat hambatan dan gangguan. Ekspansi wilayah pada masa Ali bin Abi Thalib memang relatif tidak dilanjutkan dikarenakan Ali disibukkan dengan urusan dalam negeri. Masa – masa kejayaan khulafaur rasyidin terjadi pada masa Umar bin Khattab serta masa tujuh tahun pertama pemerintahan Ustman bin Affan. Setelah itu, terjadi gonjang ganjing politik yang berakibat terbunuhnhya Ustman bin Affan serta Ali bin abi Thalib.[11]Kareakteristik masyarakat pada masa khulafaur rasyidin didominasi dengan masyarakat yang penentang, pembangkang, pemberontak dan pada masa khulafaur rasyidin ini kaum wanita sudah mulai bangkit. Hal ini ditandai dengan adanya perang jamal yang dipimpin oleh Aisyah.
Berikut merupakan peta wilayah kekuasaan khulafaur rasyidin:
SCAN0951.jpg













2.      Demografi
Wilayah Jazirah Arab bagian tengah terdiri dari tanah pegunungan yang tandus, karena itulah penduduknya nomaden, yakni berpindah – pindah. Di daerah ini terdapat orang Badui yang hidup bebas, mereka enggan menetap dan bercocok tanam. Wilayah ini termasuk didalamnya adalah Najed dan Al-Ahqaf.  Penduduk wilayah di padang pasir ini mempunyai sifat yang berani, karena memang banyak mengalami kesulitan yang mengakibatkan keberanian tersebut. Namun keberanian ini sering disalahgunakan, diantaranya untuk memerangi penduduk yang menempati daerah subur. Maka dari ituah sering terjadi peperangan untuk merebutkan tempat – tempat subur. [12]
Adapun Jazirah arab di bagian  tepi terdiri dari tanah yang subur karena curah hujan yang cukup, dan penduduknya bukanlah pengembara. K. Hitti dalam karyanya yang terkenal History of the Arab, dengan jelas menggambarkan permukaan arab hampir seluruhnya gurun pasir dengan daerah yang sempit yang dapat dihuni di sekitar pinggiran. Ketika jumlah penduduknya bertambah dan melampaui kapasitas tanah yang dapat menampung, mereka harus mencari tanah yang luas.
Karakteristik masyarakat Arab masih terdapat kebiasaan lama yaitu adnya semangat untuk mendapatkan kebanggaan bagi kelompok – kelompok atau golongan. Tetapi berkat teladan yang diberikan oleh Abu Bakar sebagai salah seorang muhajirin, masalah ini dapat diselesaikan.[13] Pada masa Abu Bakar As-Sidiq hampir seluruhnya beragama islam, namun ada sebagian non-muslim yakni Yahudi, Kristen, dan beberapa para penganut agama  Zoroaster. Sedangkan suku Berber dan Turki masih kafir. Sedangkan Penduduk di sana berasal dari Arab murni. Mengenai kondisi perekonomian, khususnya perdagangan memang benar-benar memprihatinkan setelah peperangan sebelumnya.
Kekuasaan yang dijalankan pada masa Abu Bakar bersifat sentral yakni kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang terpusat di tangan khalifah. Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa provinsi dan setiap provinsi ia menugaskan seorang amir atau wali (semacam gubernur).[14]
Penaklukan ibu kota kerajaan yang tersebar di Asia memungkinkan putra – putra gurun Arab yang tandus itu bersentuhan secara langsung dengan kemewahan dan kenyamanan yang menjadi dasar kehidupan modern. Iwan Kisra, istana kerajaan dengan kamar – kamarnya yang luas, berbagai patung yang indah dan peralatan serta perhiasan yang serba mewah. Meskipun pada masa umar banyak memperoleh harta kekayaan, namun beliau tidak tergiur dengan kekayaannya dan tidak suka berwah – mewah.
Orang yang mendiami di wilayah pada masa Umar adalah orang Arab dan bangsa ajam. Karena mereka meniadakan diskriminasi ras, warna kulit, etnis, atau bahasa dan hukum islam memperbolehkan pernikahan dengan non-muslim, serta visi yang mendorong mereka untuk mempraktikkan perkawinan antar suku/ bangsa dan menyatu dengan umat manusia, maka para imigran Arab ini berbaur dengan mereka karena prestise yang ditimbulkan dari persekutuan seperti ini. Arab ini berbaur dengan penduduk asli dan antusiasme yang besar. Penduduk pribumi sendiri ingin sekali berbaur dengan mereka karena prestise yang ditimbulkan dari persekutuan seperti ini.
Beberapa anekdot dalam sejarah arab yang memaparkan perbedaan budaya antar dua bangsa itu sungguh menggelikan dan sekaligus informatif, Kapur barus yang belum pernah mereka liat sebelumnya, mereka jadikan garamm dan bumbu masak. Kemudian benda kuning yaitu emas, mereka tawarkan untuk ditukar dengan benda putih yaitu perak.[15] Pada masa Umar bin Khattab kepercayaan yang di anut bermacam – macam antara lain Muslim, Nasrani, Yahudi, Majusi, dan Shabi’in. Tanahnya yang subur dan letaknya yang strategis, di dekat suriah dan Hijaz. Hal ini menumbuhkan berbagai tanaman biji – bijian, sehingga merekapun bertani. Selain bertani, mereka juga ada yang berdagang, namun pekerjaan sebagai penggembala juga masih mereka jalankan.
Pada masa Ustman bin Affan, mata pencaharian mereka semakin berkembang seperti perikanan, perkapalan, dan ada juga yang dapat membuat usaha sendiri dirumah (home industri). Adapun agama kepercayaan mereka masih smaa dengan masa sebelumnya yaitu Islam, Majusi, Nasrani, Yahudi, dan Shabi’in. Pada masa Ali bi Abi thalib terjadi banyak pemberontakan, sehingga pada masa Ali ini dianggap sebagai awal munculnya gerakan radikalisme pertama yaitu kelompok khawarij.
B.     Meneladani Kepemimpinan Khulafaurrasyidin
            Sebagai muslim, kita patut meneladani kepemimpinan khulafaurrasyidin. Diantara cara meneladani sikap kepemimpinan mereka, yaitu sebagai berikut:
1.      Setiap muslim harus memiliki sifat jujur, sehingga dapat dipercaya orang lain.
2.      Setiap muslim harus belajar untuk hidup sederhana.
3.      Setiap muslim harus memiliki sifat dermawan, terutama kepada orang-orang yang membutuhkan.
4.      Setiap muslim harus memiliki sifat rendah hati dan bijaksana.
5.      Setiap muslim harus memiliki sikap pemberani dalam membela agama Islam.
Seorang pemimpin juga harus memiliki sikap kepemimpinan seperti khulafaurrasyidin,  diantaranya sebagai berikut:
1.                  Pemimpin harus memiliki sifat jujur dan dapat dipercaya dalam mengemban amanah yang diberikan kepada rakyatnya.
2.                  Pemimpin lebih mementingkan kepentingan umat atau rakyatnya daripada kepentingan pribadi atau golongan.
3.                  Pemimpin harus memiliki sifat dermawan yang senantiasa mendermakan sebagian hartanya kepada orang-orang yang memmbbutuhkan.
4.                  Pemimipin harus memiliki prihal yang rendah hati, bijaksana, dan tegas dalam menjalankan keadilan. Tidak ada perbedaan antara rakyat yang mampu ataupun tidak, keluarga atau golongan ataupun rakyat biasa.
5.                  Pemimpin harus memiliki skill (kemampuan) intelektual yang cukup sehingga mampu memimpin pemerintahan dengan benar. [16] 

IV.              SIMPULAN
Peta wilayah dan demografi islam pada masa khulafaur rasyidin yaitu:
1.      Masa Khalifah Abu Bakar As-Sidiq (632-634 M)
Wilayah Irak, daerah – daerah yang berhasil dikuasai adalah: Qatif dan Hajar di utara Bahrain, Harf dan Khazhimah, selatan Basrah, Mazar, Walajah, Allis, dan Amghisi, di barat Basrah, Hijarah dan Ubullah, antara kota Basrah dan Madain, Al Anbar dan Ainuttame, di sebelah barat Madain, Firadh, di utara Al Anbar, dekat perbatasan wilayah Romawi. Wilayah Syam yang berhasil di kuasai: Hims, Palestina, Damaskus, Yordania.
2.      Masa Khalifah Umar bin Khattab (634-643 M)
Melanjutan pembebasan di Syam yaitu: Damsyik, Hims,  Hama,  Qinnisrin,  laziqiah,  dan Halab/Aleppo, Akka, Yaffa, dan Khazzah. Dan di Mesir.
3.      Masa Khalifah Ustman bin Affan (644-656 M)
Di bagian Afrika: Barqah, Tripoli Barat, dan Nubah (bagian selatan Mesir). Dibagian Afrika: Thabaristan, wilayah S. Jihun, Harah, Kabul, Tukistan dan Armenia, dan dibagian Eropa yaitu Pulau Cyprus.
4.      Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
Ekspansi wilayah pada masa Ali bin Abi Thalib memang relatif tidak dilanjutkan dikarenakan Ali disibukkan dengan urusan dalam negeri.
     Masyarakat pada masa khulafaur rasyidin ini kebanyakan penduduk beragama islam, namun ada juga penduduk yang beragama Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Shabi’in. Pada masa ini perekonomian Negara cukup menggembirakan, terlebih pada masa Umar bin Khattab.Masyarakatnya suka hidup bermewah-mewah, namun tidak semuanya hidup dengan bermewah-mewah. Mata pencaharian pada masa ini mulai beragam, dari pertanian, perdagangan, penggembala, home industri, perkapalan dan perikanan.
Teladan yang dapat kita  contoh yaitu:
1.      Setiap muslim harus memiliki sifat jujur, sehingga dapat dipercaya orang lain.
2.      Setiap muslim harus belajar untuk hidup sederhana.
3.      Setiap muslim harus memiliki sifat dermawan, terutama kepada orang-orang yang membutuhkan.
4.      Setiap muslim harus memiliki sifat rendah hati dan bijaksana.
5.      Setiap muslim harus memiliki sikap pemberani dalam membela agama Islam

V.                 PENUTUP
Demikian makalah yang dapat saya sampaikan. Saya telah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat makalah ini dengan segala keterbatasan saya. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, saya mohon maaf.  Untuk itu, kritik dan saran anda yang membangun sangat saya harapkan untuk perbaikan makalah kedepannya. Saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun penulis. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.


[1] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 113.
[2] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 45.
[3] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 51.
[4]  Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 113 – 114.
[5] Bahroin Suryantara dan Syarifudin Juhri, Sejarah Kebudayaan Islam 1, (Jakarta: Yudhistira, 2002), hlm. 56.
[6] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 54.
[7] Sami bin Abdullah al-Maghluts, Atlas Agama Islam, (Jakarta: PT.Niaga Swadaya, 2009), hlm. 137.
[8]  Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh – Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm. 10.
[9] Sami bin Abdullah al-Maghluts, Atlas Agama Islam, hlm. 158.
[10]  Hanun Asrobah, Sejarah Perdaban Islam, (Jakarta: Wacana Ilmu, 2001), hlm. 21. 
[11]  Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah, hlm. 57.
[12] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm.14.
[13] Muhammad Thohir, Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus,(Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1981), 45.
[14]  http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html, Diposkan oleh (Muttaqin, Politik Islam Masa Khulafaur Rasyidin, 10 Januari 2011, Pukul 09.15), Diunduh pada 14 Maret 2015, Pukul 10.50).
[15] Philip K.Hitti, History of The Arab, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002), hlm. 196.
[16] Bahroin Suryantara dan Syarifudin Juhri, Sejarah Kebudayaan Islam 1, hlm:67.