Nama : Laila Romdhoningsih
NIM : 133111073
Kelas : PAI 3B
UTS FIQIH MUAMALAH
1.
Pertanyaan
: Apabila seorang kakek mewakafkan perpustakaan untuk keluarganya
ataupun anak cucu keturunannya, namun setelah sekian lama perpustakaan tersebut
terbengkalai atau tidak dimanfaatkan lagi oleh pihak keluarga, lalu bagaimana
menurut anda dan harus di kemanakan buku – buku tersebut? Lalu bagaimana jika
keluarga tersebut meninggal dunia, dan tidak ada keturunan ataupun cucu yang
masih hidup?
Jawab : Apabila tidak ada
satupun keluarga yang mau menggunakan ataupun memanfaatkan perpustakaan
tersebut, sebaiknya diadakan musyawarah bersama oleh keluarga tersebut apakah
ingin dijual, ditukar dengan sesuatu yang lebih bermanfaat lagi, ataupun
diserahkan kepada masyarakat. Namun, kalau menurut saya apabila terjadi hal
yang demikian, apabila dari keluarganya sendiri hidupnya sudah berkecukupan,
lebih baik buku buku / perpustakaan tersebut diserahkan kepada yang
membutuhkan.
Apabila keluarga wakif / keturunan
wakif meninggal dunia dan tidak ada satupun yang hidup, maka harta wakaf
tersebut dikembalikan kepada tujuan wakaf pada umumnya, yaitu dimanfaatkan
untuk menegakkan agama Allah SWT atau untuk keperluan sosial, Jadi perpustakaan
tersebut bisa dimanfaatkan oleh masyarakat ataupun keperluan sosial lainnya.
2.
Pertanyaan : Bagaimana menurut anda jika terdapat sebuah tempat parkir yang biasanya
berada di dekat mall – mall ataupun supermarket yang tidak dikenakan biaya. Namun,
memberikan karcis yang bertuliskan “ APABILA KARCIS HILANG, AKAN DIKENAKAN
DENDA SEBESAR RP 15.000,00” lalu dari pihak tukang parkirnya sendiri juga tidak
bertanggung jawab apabila ada barang yang hilang. Bagaimana sebaiknya menurut
anda dan apa hukumnya?
Jawab: Sebenarnya
saya tidak setuju dengan berlakunya sistem parkir yang seperti hal tersebut, dilihat dari sisi
muamalahnya juga kurang baik. Dengan adanya sistem seperti hal tersebut akan
merugikan salah satu pihak, terutama bagi pihak pemarkir sendiri, itu akan
terasa lebih dirugikan jika karcisnya hilang ataupun helm/ motor yang hilang. Dan
saya yakin di dalam islam tidak menerapkan prinsip seperti hal tersebut. Seyogyanya
tempat parkir itu kan memudahkan
penempatan kendaraan bagi para
pengendara motor ataupun mobil dalam menempatkan kendaraannya, bukan
mempersulit. Seyogyanya dari pihak si tukang parkir sendiri menjamin barang
titipan tersebut meskipun tidak di kenakan biaya. Jadi, kalau menurut saya
apabila terdapat tempat parkir yang seperti itu.
Apabila khawatir akan terjadi hal –
hal yang tidak diinginkan, jadi sebaiknya (kalau bisa) mencari tempat parkir
yang lain saja yang dekat lokasinya dengan tempat tersebut yang lebih aman dan
terjamin kendraannya, meskipun harus membayar.
Namun melihat kondisi tersebut, apabila sudah terlanjur, mau tidak
mau kita harus menta’ati peraturan yang telah dibuat dari pihak si tukang parkir.
Karena hal ini juga dapat mendorong kita untuk lebih bersikap hati – hati menjaga
barang yang kita miliki agar tidak hilang, serta mendorong kita untuk menjadi
orang yang amanah, yaitu dengan adanya karcis yang tidak boleh hilang tersebut,
maka sebisa mungkin kita menjaga sebaik - baiknya agar tidak hilang.
3.
Pertanyaan: Bagaimana menurut anda tentang Jual-Beli Online? Lalu bagaimana
hukumnya?
Jawab: Terjadi perbedaan
pendapat mengenai hal ini, ada yang membolehkan dan ada yang melarangnya.
Dibolehkan karena seiring dengan perkembangan zaman proses jual beli ini
mengalami modifikasi, seperti halnya sistem JB online. Sistem ini tidak mengharuskan
kehadiran antara penjual dan pembeli di satu tempat dengan adanya barang
disertai dengan transaksi (ijab dan qabul). Namun dengan canggihnya tekhnologi,
proses jual beli yang tadinya mengharuskan cara manual bisa
saja dilakukan via internet. Jual beli sistem online ini mempermudah
kita untuk membeli sesuatu yang kita inginkan tanpa kita harus mendatangi
tempat penjualan tersebut, dan tidak pula memakan waktu untuk membelinya.
Hukum jual beli melalui alat elektronik sah, apabila
sebelum transaksi kedua belah pihak sudah melihat mabi’ (barang yang
diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta
memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya. Muhammad bin Ahmad al-Syatiri,
dalam karyanya menyebutkan:
وَالْعِبْرَةُ فِي
الْعُقُودِ لِمَعَانِيهَا لَا لِصُوَرِ الْأَلْفَاظِ وَعَنِ الْبَيْعِ وَ
الشِّرَاءِ بِوَاسِطَةِ التِّلِيفُونِ وَالتَّلَكْسِ وَالْبَرْقِيَاتِ كُلُّ هذِهِ
الْوَسَائِلِ وَأَمْثَالِهَا مُعْتَمَدَةُ الْيَوْمِ وَعَلَيْهَا الْعَمَلُ
Artinya:´”Yang diperhitungkan dalam akad-akad adalah
subtansinya, bukan bentuk lafalnya. Dan jual beli via telpon, telegram dan
semisalnya telah menjadi alternatif utama dan dipraktikkan”
Sedangkan sebagian juga mengatakan bahwa sistem jual beli ini
diharamkan karena ditakutkan terdapat unsur gharar/ penipuan. Karena tidak
sedikit masyarakat yang ditipu akibat adanya sistem jual beli online. Rasulullah
SAW juga melarang hal tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Artinya: “Rasulullah
saw melarang jual beli yang didalamnya terdapat penipuan. (HR.Muslim)”
Kalau menurut saya, jual beli online
sah – sah saja dan hukumya juga boleh, karena dengan adanya jual beli online
ini juga dapat memudahkan kita untuk membeli barang yang kita inginkan tanpa
harus pergi ke sebuah tempat untuk membelinya, dan dengan adanya jual beli
online ini juga dapat membantu kita apabila kita tidak mempunyai waktu untuk
membeli barang tersebut. Membeli buku mislanya dengan adanya JB online
ini, kita dapat mendapatkan buku yang
kita inginkan tanpa menghabiskan banyak waktu. Jadi pintar – pintarnya kita
untuk memilah – milah jasa penjualan system online tersebut.
Jual beli online diperbolehkan
asalkan tidak melanggar syari’at islam, dan terdapat adanya kesepakatan yang
jelas antara si penjual dan pembeli. Untuk itu jual beli online ini harus ada
sanksi hukum/ aturan hukum yang jelas mengenai jual beli ini, agar tidak mudah
terjadi yang namanya penipuan dalam sistem jual beli ini.
4.
Pertanyaan: Bolehkan jika kita
berjualan di masjid? Bagaimana hukumnya?
Lalu
bagaimana hukumnya jika kita membeli suatu barang kepada orang non muslim?
Jawab: Tidak boleh,
karena masjid tempat untuk beribadah kepada Allah SWT bukan sebagai tempat
untuk berjualan, sebagaimana sabda Nabi SAW yaitu:
“Wahai sahabatku, masjid ini sebagai tempat ibadah, bukan
sebagai transaksi”
Haram hukumnya berjualan di masjid sebagaimana sabda Nabi SAW:
عَن أَبِيْ هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ
مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ فَقُوْلُوا لاَ أَرْبَحَ اللهُ
تِجَارَتَكَ
Artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
“Jika kamu melihat orang menjual atau membeli di mesjid maka katakanlah,
‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada daganganmu”
Jadi
jelas bahwa jual beli di masjid ittu diharamakan.
Lalu mengenai membeli barang kepada non muslim sah - sah saja/
tidak masalah dan hukumnya boleh.
Karena di dalam syarat - syarat sah ijab dan qabul tidak disebutkan
harus beragama islam, kalaupun disebutkan harus beragama islam, pasti akan
menyulitkan. Sedangkan kita tahu bahwa toko – toko besar itu kebanyakan yang
memilki adalah orang non- muslim, jadi memang sangat sulit sekali untuk
dihindarkan.
Untuk itu, tidak diharuskan pelaku jual beli itu harus islam, Jadi
kesimpulannya boleh, jika kita membeli barang pada orang non-muslim.
5.
Pertanyaan: Saya meminjam sebatang emas
sekitar 24 tahun yang lalu, namun baru bisa mengembalikannya sekarang,
Sedangkan kita tahu bahwa harga emas zaman dulu dengan jaman sekarang berbeda.
Lalu bagaimana apakah saya harus mengembalikan emas sesuai dengan harga yang
dulu, ataukah emas yang harga sekarang? Lalu bagaimana jika kita meminjam uang
sebesar Rp 20.000,00 pada zaman dulu yang dinilai sangat berharga sekali
dibanding dengan sekarang yang nilainya turun. Apakah kita juga harus
mengembalikannya sesuai dengan harga tersebut atau bagaimana?
Jawab: Apabila kita
meminjam emas sebesar 3 gram, ya…harus dikembalikan 3 gram.
Jadi mengembalikannya ya sesuai dengan harga sekarang, meskipun
harga yang sekarang lebih mahal. Namun apabila kita meminjam uang sebesar Rp
5.000,00 pada zaman dulu, ya mengembalikannya juga Rp 5.000,00 meskipun uang Rp
5.000,00 dinilai sekarang tidak bergarga. Jadi tetap kita harus
mengembalikannya uang itu sesuai dengan nilainya. Namun apablila si peminjam
uang itu sendiri tulus dan ikhlas ingin mengembalikan uang itu lebih, diperbolehkan.
3 komentar:
mant blog nya,di mna kursor sya gerakkan ada assalamualaikum yg ikut.sya jawab deh waalaikumsalam
*mantap
Thanks
Posting Komentar