Minggu, 14 Desember 2014

TANYA JAWAB FIQIH MUAMALAH

Nama               : Laila Romdhoningsih
NIM                : 133111073
Kelas               : PAI 3B

UTS FIQIH MUAMALAH

1.      Pertanyaan : Apabila seorang kakek mewakafkan perpustakaan untuk keluarganya ataupun anak cucu keturunannya, namun setelah sekian lama perpustakaan tersebut terbengkalai atau tidak dimanfaatkan lagi oleh pihak keluarga, lalu bagaimana menurut anda dan harus di kemanakan buku – buku tersebut? Lalu bagaimana jika keluarga tersebut meninggal dunia, dan tidak ada keturunan ataupun cucu yang masih hidup?

Jawab : Apabila tidak ada satupun keluarga yang mau menggunakan ataupun memanfaatkan perpustakaan tersebut, sebaiknya diadakan musyawarah bersama oleh keluarga tersebut apakah ingin dijual, ditukar dengan sesuatu yang lebih bermanfaat lagi, ataupun diserahkan kepada masyarakat. Namun, kalau menurut saya apabila terjadi hal yang demikian, apabila dari keluarganya sendiri hidupnya sudah berkecukupan, lebih baik buku buku / perpustakaan tersebut diserahkan kepada yang membutuhkan.
Apabila keluarga wakif / keturunan wakif meninggal dunia dan tidak ada satupun yang hidup, maka harta wakaf tersebut dikembalikan kepada tujuan wakaf pada umumnya, yaitu dimanfaatkan untuk menegakkan agama Allah SWT atau untuk keperluan sosial, Jadi perpustakaan tersebut bisa dimanfaatkan oleh masyarakat ataupun keperluan sosial lainnya.

2.      Pertanyaan : Bagaimana menurut anda jika terdapat sebuah tempat parkir yang biasanya berada di dekat mall – mall ataupun supermarket yang tidak dikenakan biaya. Namun, memberikan karcis yang bertuliskan “ APABILA KARCIS HILANG, AKAN DIKENAKAN DENDA SEBESAR RP 15.000,00” lalu dari pihak tukang parkirnya sendiri juga tidak bertanggung jawab apabila ada barang yang hilang. Bagaimana sebaiknya menurut anda dan apa hukumnya?

Jawab: Sebenarnya saya tidak setuju dengan berlakunya sistem parkir yang  seperti hal tersebut, dilihat dari sisi muamalahnya juga kurang baik. Dengan adanya sistem seperti hal tersebut akan merugikan salah satu pihak, terutama bagi pihak pemarkir sendiri, itu akan terasa lebih dirugikan jika karcisnya hilang ataupun helm/ motor yang hilang. Dan saya yakin di dalam islam tidak menerapkan prinsip seperti hal tersebut. Seyogyanya  tempat parkir itu kan memudahkan penempatan kendaraan  bagi para pengendara motor ataupun mobil dalam menempatkan kendaraannya, bukan mempersulit. Seyogyanya dari pihak si tukang parkir sendiri menjamin barang titipan tersebut meskipun tidak di kenakan biaya. Jadi, kalau menurut saya apabila terdapat tempat parkir yang seperti itu.
Apabila khawatir akan terjadi hal – hal yang tidak diinginkan, jadi sebaiknya (kalau bisa) mencari tempat parkir yang lain saja yang dekat lokasinya dengan tempat tersebut yang lebih aman dan terjamin kendraannya, meskipun harus membayar.
Namun melihat kondisi tersebut, apabila sudah terlanjur, mau tidak mau kita harus menta’ati peraturan yang telah dibuat dari pihak si tukang parkir. Karena hal ini juga dapat mendorong kita untuk lebih bersikap hati – hati menjaga barang yang kita miliki agar tidak hilang, serta mendorong kita untuk menjadi orang yang amanah, yaitu dengan adanya karcis yang tidak boleh hilang tersebut, maka sebisa mungkin kita menjaga sebaik - baiknya agar tidak hilang.

3.      Pertanyaan: Bagaimana menurut anda tentang Jual-Beli Online? Lalu bagaimana hukumnya?
Jawab: Terjadi perbedaan pendapat mengenai hal ini, ada yang membolehkan dan ada yang melarangnya. Dibolehkan karena seiring dengan perkembangan zaman proses jual beli ini mengalami modifikasi, seperti halnya sistem JB online. Sistem ini tidak mengharuskan kehadiran antara  penjual dan pembeli di satu tempat dengan adanya barang disertai dengan transaksi (ijab dan qabul). Namun dengan canggihnya tekhnologi, proses jual beli yang tadinya mengharuskan cara manual bisa saja dilakukan via internet.         Jual beli sistem online ini mempermudah kita untuk membeli sesuatu yang kita inginkan tanpa kita harus mendatangi tempat penjualan tersebut, dan tidak pula memakan waktu untuk membelinya.
Hukum jual beli melalui alat elektronik sah, apabila sebelum transaksi kedua belah pihak sudah melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya. Muhammad bin Ahmad al-Syatiri, dalam karyanya menyebutkan:
وَالْعِبْرَةُ فِي الْعُقُودِ لِمَعَانِيهَا لَا لِصُوَرِ الْأَلْفَاظِ وَعَنِ الْبَيْعِ وَ الشِّرَاءِ بِوَاسِطَةِ التِّلِيفُونِ وَالتَّلَكْسِ وَالْبَرْقِيَاتِ كُلُّ هذِهِ الْوَسَائِلِ وَأَمْثَالِهَا مُعْتَمَدَةُ الْيَوْمِ وَعَلَيْهَا الْعَمَلُ
Artinya:´”Yang diperhitungkan dalam akad-akad adalah subtansinya, bukan bentuk lafalnya. Dan jual beli via telpon, telegram dan semisalnya telah menjadi alternatif utama dan dipraktikkan”
Sedangkan sebagian juga mengatakan bahwa sistem jual beli ini diharamkan karena ditakutkan terdapat unsur gharar/ penipuan. Karena tidak sedikit masyarakat yang ditipu akibat adanya sistem jual beli online. Rasulullah SAW juga melarang hal tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
 Artinya: “Rasulullah saw melarang jual beli yang didalamnya terdapat penipuan. (HR.Muslim)”

Kalau menurut saya, jual beli online sah – sah saja dan hukumya juga boleh, karena dengan adanya jual beli online ini juga dapat memudahkan kita untuk membeli barang yang kita inginkan tanpa harus pergi ke sebuah tempat untuk membelinya, dan dengan adanya jual beli online ini juga dapat membantu kita apabila kita tidak mempunyai waktu untuk membeli barang tersebut. Membeli buku mislanya dengan adanya JB online ini,  kita dapat mendapatkan buku yang kita inginkan tanpa menghabiskan banyak waktu. Jadi pintar – pintarnya kita untuk memilah – milah jasa penjualan system online tersebut.
Jual beli online diperbolehkan asalkan tidak melanggar syari’at islam, dan terdapat adanya kesepakatan yang jelas antara si penjual dan pembeli. Untuk itu jual beli online ini harus ada sanksi hukum/ aturan hukum yang jelas mengenai jual beli ini, agar tidak mudah terjadi yang namanya penipuan dalam sistem jual beli ini.

4.      Pertanyaan:   Bolehkan jika kita berjualan di masjid? Bagaimana hukumnya?
Lalu bagaimana hukumnya jika kita membeli suatu barang kepada orang non muslim?
Jawab: Tidak boleh, karena masjid tempat untuk beribadah kepada Allah SWT bukan sebagai tempat untuk berjualan, sebagaimana sabda Nabi SAW yaitu:
Wahai sahabatku, masjid ini sebagai tempat ibadah, bukan sebagai transaksi”
Haram hukumnya berjualan di masjid sebagaimana sabda Nabi SAW:
عَن أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ فَقُوْلُوا لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ
Artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Jika kamu melihat orang menjual atau membeli di mesjid maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada daganganmu”
Jadi jelas bahwa jual beli di masjid ittu diharamakan.
Lalu mengenai membeli barang kepada non muslim sah - sah saja/ tidak masalah dan hukumnya boleh.
Karena di dalam syarat  - syarat sah ijab dan qabul tidak disebutkan harus beragama islam, kalaupun disebutkan harus beragama islam, pasti akan menyulitkan. Sedangkan kita tahu bahwa toko – toko besar itu kebanyakan yang memilki adalah orang non- muslim, jadi memang sangat sulit sekali untuk dihindarkan.
Untuk itu, tidak diharuskan pelaku jual beli itu harus islam, Jadi kesimpulannya boleh, jika kita membeli barang pada orang non-muslim.

5.      Pertanyaan: Saya meminjam  sebatang emas sekitar 24 tahun yang lalu, namun baru bisa mengembalikannya sekarang, Sedangkan kita tahu bahwa harga emas zaman dulu dengan jaman sekarang berbeda. Lalu bagaimana apakah saya harus mengembalikan emas sesuai dengan harga yang dulu, ataukah emas yang harga sekarang? Lalu bagaimana jika kita meminjam uang sebesar Rp 20.000,00 pada zaman dulu yang dinilai sangat berharga sekali dibanding dengan sekarang yang nilainya turun. Apakah kita juga harus mengembalikannya sesuai dengan harga tersebut atau bagaimana?

Jawab: Apabila kita meminjam emas sebesar 3 gram, ya…harus dikembalikan 3 gram.

Jadi mengembalikannya ya sesuai dengan harga sekarang, meskipun harga yang sekarang lebih mahal. Namun apabila kita meminjam uang sebesar Rp 5.000,00 pada zaman dulu, ya mengembalikannya juga Rp 5.000,00 meskipun uang Rp 5.000,00 dinilai sekarang tidak bergarga. Jadi tetap kita harus mengembalikannya uang itu sesuai dengan nilainya. Namun apablila si peminjam uang itu sendiri tulus dan ikhlas ingin mengembalikan uang itu  lebih, diperbolehkan.

3 komentar:

Teguh mengatakan...

mant blog nya,di mna kursor sya gerakkan ada assalamualaikum yg ikut.sya jawab deh waalaikumsalam

Teguh mengatakan...

*mantap

Laila mengatakan...

Thanks