I.
PENDAHULUAN
Rasa syukur yang mendalam tidak lupa Penulis panjatkan kepada Allah
SWT. Atas nikmat-Nya lah Penulis bisa berfikir dan bekerja demi
terselesaikannya tugas makalah sirah nabawiyah ini dengan lancar.
Muhammad SAW. merupakan nabi terakhir/penutup dari segala nabi yang
pernah ada sebelumnya. Ia juga suri teladan bagi kaum Muslimin. Oleh karena itu
wajib bagi setiap muslim mengetahui, untuk diikuti dan diamalkan sesuai
petunjuknya.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana
Geneologi Rasulullah?
B.
Bagaimana
Proses Kelahiran Rasulullah?
C.
Bagaimana
Masa Kecil hingga Remaja Rasulullah?
D.
Bagaimana
Pernikahan hingga Sejarah Kerasulan Nabi Muhammad?
E.
Apa Wahyu
Pertama yang diterima Nabi Muhammad dan Siapa Saja Orang-orang yang Pertama
Kali Memeluk Islam?
III.
PEMBAHASAN
A.
Geneologi Rasulullah
Berkat adanya
junjungan kita yaitu Muhammad ibnu Abdullah, maka umat manusia menjadi mulia.
Ibunya bernama Siti Aminah binti Wahab az-Zuhriyah dari kabilah Quraisy.
Abdullah adalah anak lelaki Abdul Muthalib dari istrinya yang bernama Fatimah binti
Amr al-Makhzumiyah dari kabilah Quraisy. Abdul Muthalib adalah seorang syekh
(pemimpin) yang diagungkan di kalangan kabilah Quraisy. Mereka selalu meminta
keputusan daripadanya bila menghadapi perkara-perkara yang sulit, dan mereka
selalu mendahulukannya di dalam hal-hal yang penting. Abdul Muthalib adalah
anak Hasyim dari istrinya yang bernama Salma binti Amran-Najjariyah dari
kabilah khazraj. Hasyim adalah anak Abdu Manaf dari istrinya yang bernama
Atikah binti Murrah as-Sulamiyah. Dan Abdu Manaf adalah anak Qushay dari
istrinya yang bernama Hubbiy binti Halil al-Khuza’iyah.
Jabatan hijabah
(pengurus) Baitullah (Ka’bah) pada masa jahiliyah dipercayakan kepada Qushay, demikian pula
jabatan rifadah (bertugas memberi minum dan makanan kepada para jema’ah haji),
dan jabatan memimpin nudwah, yaitu majelis permusyawaratan yang harus
memecahkan semua masalah dirumahnya, serta jabatan liwa (panglima perang).
Ketika ajal telah dekat, ia menyerahkan semua jabatan tersebut kepada salah
seorang anak lelakinya yang bernama Abdud-Dar. Akan tetapi, Bani Abdu Manaf
(anak-anak Abdu Manaf) sepakat tidak akan membiarkan anak-anak mereka, Bani
Abdud-Dar, menguasai kedudukan yang dibanggakan ini sehingga hampir saja pecah
perang saudara daikalangan mereka andaikata tidak ada orang-orang bijaksana
dari kedua kelompok itu yang melerai mereka. Akhirnya mereka sepakat untuk
menyerahkan jabatan si-qayah dan rifadah kepada Bani Abdu Manaf; kedua jabatan
penting ini berlangsung ditagan mereka sehinnga sampai kepada tangan Al-Abbas
ibnu Abdul Muthalib, yang selanjutnya menurunkan pula kepada anak-anaknya
sesudah Al-Abbas meninggal dunia. Adapun jabatan siqayah masih tetap berada di
tangan Bani Abdud-Dar, yang selanjutnya diakui oleh syara’. Hingga sekarang
jabatan tersebut masih tetap ditangan mereka, yaitu Bani Syaibah ibnu Utsman
ibnu Abu Thalhah ibnu Abdul Aziz inu Abdul Aziz ibnu Utsman ibnu Abdud-Dar.
Adapun jabatan liwa masih tetap berada ditangan mereka (Bani Abdud-Dar)
sehingga dibatalkan oleh Islam, kemudian Islam menjadikannya sebagai hak
khalifah kaum Muslimin, dan hanya boleh dipegang oleh orang yang dinilai oleh
Islam sebagai orang yang layak untuk memangkunya, demikian pula jabatan nudwah.
Qushay adalah
anak lelaki Kilab dari istrinya, Fatimah binti Sa’d dari negeri Yaman dan dari
kalangan kabilah Azdsyanuah. Kilab adalah anak Murrah dari istrinya yang
bernama Hindun binti Sarir dari Bani Fihr ibnu Malik. Murrah adalah anak Ka’ab
dari istrinya , Wasyiyah binti Syaiban dari kalangan Bani Fihr pula. Ka’ab
adalah anak Luay dari istrinya yang dikenal dengan nama panggilan Ummu Luay,
nama aslinya adalah Salma binti Amr al Khuza’iy. Ghalib adalah anak Fihr dari
istrinya yang dikenal dengan nama panggilan Ummu Ghalib, nama aslinya adalah
Laila binti Sa’ad, dari kalangan kabilah Hudzail.
Menurut
pendapat mayoritas ahli sejarah, Fihr adalah Quraisy, dan Quraisy merupakan
suatu kabilah besar yang terdiri atas beberapa puak, yaitu Bani Abdu Manaf,
Bani Abdud-Dar ibnu Qushay, Bani Asad ibnu Abdul Uzza ibnu Qushay, Bani Zahrah
ibnu Kilab, Bani Makhzum ibnu Yaqzhah ibnu Murrah, Bani Taim ibnu Murrah, Bani
Addiy ibnu Ka’ab, Bani Sahm ibnu Hushais ibnu Amr ibnu Ka’ab, Bani Amir ibnu
Luay, Bani Taim ibnu Ghalib, Bani al-Harits ibnu Fihr, dan Bani Muharib ibnu
Fihr. Orang-orang Quraisy yang mendiami kota Makkah dinamakan Quraisy al-Bithah
(orang-orang Quraisy kota), sedangkan orang-orang Quraisy yang dian disekitar
kota Makkah dinamakan Quraisy Azh-Zhawahir (orang-orang Quraisy pedalaman).
Fihr adalah
anak Malik dari istrinya yang bernama Jandalah binti al-Harb dari kabilah
Jurhum. Malik adalah anak an-Nadhr dari istrinya yang bernama Atikah binti
Adwan dari kabilah Qais Ailan. An-Nadhr adalah anak Kinanah dari istrinya yang
bernama Barrah binti Mur ibnu Idd. Kinanah adalah anak Khuzaimah dari istrinya
yang bernama Awwanah binti Sa’ad dari kalangan kabilah Qais Ailan. Khuzaimah
adalah anak Mudrikah dari istrinya yang bernama Salma binti Aslam dari kabilah
Qudha’ah. Mudrikah adalah anak Ilyas dari Istrinya yang bernama Khandaf,
seorang wanita teladan dalam hal kehormatan dan keperkasaan. Ilyas adalah anak
Mudhar dari istrinya yang bernama Ar-Rabbab binti Jundah ibnu Ma’ad. Mudhar
adalah anak Nizzar dari istrinya yang bernama Saudah binti Ak. Nizzar adalah
anak Ma’ad dari istrinya yang bernama Mu’anah binti Jausyam dari kabilah
Jurhum. Dan Ma’ad adalah anak Adnan.
Demikianlah
nasab keturunan Nabi saw. Yang keabsahannya telah disepakati oleh para ulama
tarikh dan ahli hadits. Adapun mengenai nasab mulai dari Adnan hinnga keatasnya
tidak ada satu jalur periwayatan pun yang sahih. Pada garis besarnya mereka
telah sepakat bahwa nasab Rasulullah saw. Sampai kepada nabi Ismail sebagai
bapak orang-orang arab yang musta’ribah dan Nabi Ismail adalah anak Nabi
Ibrahim a.s.
Seperti yang
telah anda lihat sendiri, nasab Nabi saw. Adalah nasab yang mulia lagi
terhormat, yaitu terdiri dari bapak-bapak yang suci dan ibu-ibu yang suci pula.
Rasulullah saw. Masih terus berpindah-pindah dari tulang sulbi suci mereka
kepada rahim-rahim yang suci pula, sehingga Alah swt. memilih dua orang
ibu-bapaknya dari kalangan bangsa Arab, yaitu dari kabilah Quraisy. Kabilah
Quraisy merupakan kabilah yang memiliki kedudukan tinggi dan terhormat
dikalangan bangsa Arab, anda tidak akan menjumpai dalam silsilah Rasulullah
saw. Selain orang-orang yang mulia; tidak seorangpun dari mereka yang merupakan
rakyat jelata, bahkan semuanya merupakannya pemimpin dan orang yang terhormat.
Demikian pula silsilah ibu-ibu dari kakek moyang Rasulullah saw.,mereka semua
termasuk kabilah-kabilahyang memiliki kedudukan yang tinggi dan disegani.
Memang tidak diragukan bahwa kemuliaan silsilah dan sucinya tempat kelahiran
merupakan syarat kenabian. Perkawinan yang dilakukan oleh setiap moyang Nabi
saw. sehingga sampai kepada kedua orang ibu-bapaknya merupakan perkawinan yang
sah sesuai dengan syariat yang berlaku pada bangsa Arab. Tidak pernah sesuatu
dari sifat jahiliyah (zina) menyentuh silsilah keturunan Nabi saw., bahkan
Allah memelihara silsilah keturunannya dari perbuatan tersebut.
B.
Proses
Kelahiran Rasulullah
Muhammad saw.
Lahir di Makkah, di suatu tempat yang dikenal dengan suqul lail pada
hari Senin pagi, hari ketujuh belas bulan Rabiul Awal tahun fiel yang bertepatan dengan tahun 570
Masehi. Banyak para orientalis yang berbeda pendapat mengenai kelahiran
nabi. Coussin perceval dari Prancis mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw
dilahirkan pada tanggal 20 Agustus 570 Miladiah. Freman dari Swiss dalam
bukunya “Ma’Asy Syarq” mengatakan bahwa beliau dilahirkan pada 20 Agustus 569.
Palmer dari Inggris mengatakan bahwa Iadilahirkan pada 20 September 571 M.
Sedangkan Muler dari Jerman dalam bukunya “Al-Islam”mengatakan bahwa yag benar
Nabi Muhammad saw dilahirkan pada tahun 570 Miladiah.
Ketika Nabi
Muhammad masih didalam kandungan ibunya, Ayahnya telah meninggal dunia di kota
Yatsrib (Madinah), dalam perjalannanya pulang bersama satu kafilah perniagaan
dari tanah Syam, dengan meninggalkan warisan untuk puteranya yang masih didalam
kandungan itu, sebanyak 5 ekor unta, beberapa ekor kambing, dan seorang sahaya
bernama Ummu Aiman, yang kemudian menjadi pengasuh Nabi yang setia.
Ketika malam
kelahiran beliau saw. Tampak berbagai tanda-tanda yang luar biasa. Bumi goncang
dilanda gempa hingga berhala-hala yang dipajang disekitar Kabbah jatuh
bergelimpangan, beberapa buah gereja dan biara runtuh serta balairung istana
Kisra di Persia retak dan roboh, disusul dengan padamnya api sesembahan kaum
Majusi di negeri itu. Peristiwa itu bukan lain adalah kelahiran Muhammad Saw di
Makkah.
Ketika ia
dilahirkan, ibunya Aminah mengutus seorang menemui kakeknya “Abdul Mutthalib”
untuk menyampaikan berita gembira tentang kelahiran cucu yang telah lama
dinantikan. Dengan bergegas-gegas dan rasa tak sabar Abdul Mutthlib pulang
kerumah Aminah untuk melihat cucunya yang baru lahir itu. Anak itu dipeluk dan
kemudian dibawa kesisi Kabbah dan dinamai “Muhammad”.
Pada hari
ketujuh dari kelahirannya, Abdul Mutthalib menyelenggarakan akikah dengan
menyembelih beberapa ekor domba. Acara ini dihadiri oleh hampir semua
pembesar-pembesar Makkah. Diantara para tamu yang hadir disitu bertanya
kepadanya mengapa putra Abdullah dinamai “Muhammad”, berbeda dengan nama-nama
leluhurnya. Kemudian Abdul Mutthalib menjawab: “Aku ingin ia akan menjadi orang
yang terpuji bagi Allah di langit dan bagi Makhluk-Nya di bumi”. Memang, kata
Muhammad mengandung arti “terpuji berkkali-kali” berbeda dengan “mahmud” yang
berarti terpuji walau sekali, berbeda juga dengan “Hamid” yang berarti memuji
walau sekali.
Sebelumnya nama
“Muhammad” tidak terlalu dikenal oleh bangsa Arab kecuali tiga orang yang
memakainya, nenek moyang mereka tahu dari sebagian peramal bahwa akan diutus
seorang nabi di Hijaz ysng bernama Muhammad, lalu mesing-masing bernazar bahwa
apabila memiliki anak laki-laki maka ia akan menamakannya Muhammad. Mereka
adalah Muhammad bin Suufyan Al-Tamimi Al-Farazdaq Al-A’la, Muhammad bin Bilal
Al Ausi, dan Muhammad bin Hamran Al-Ja’fi.
Salah satu
kebiasaan kaum bangsawan Makkah, pada jaman jahiliyah, ia menyerahkan anaknya
diasuh dan disusukan oleh perempuan badwi yang berdiam di Badiah. Hal ini
karena kaum badwi hidup di pemukiman yang berudara bersih dan jernih. Anak itu
biasanya dititipkan selama 7-8 tahun. Selama menunggu pengasuh dari luar kota,
Nabi disusui oleh sahaya dari pamanya, yaitu Tsuwaibah. Setelah beberapa hari
disusui oleh suwaibah, datanglah
perempuan-perempuan badwi, diantaranya peerempuan dari Bani Sa’id, yang
terkenal pandai dan baik dalam menyusukan dan mengasuh anak. Mereka
mencari-cari anak susuan dengan harapan akan mendapat imbalan dari orangtuanya
untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Ketika di rumah
Aminah, ia menawarkan puteranya untuk mereka susui, tetapi mereka keberatan
setelah mengetahui bahwa anak yang ditawarkannya adalah anak yatim. Salah satu
dari mereka mengetahui terlebih dahulu bahwa anak yang ditawarkannya adalah
anak yatim, ia pun terlebih dulu menolak. Namun karena Halimah tidak
mendapatkan anak susuan lain, ia terpaksa menerima cucu Abdul Mutthalib itu
untuk disusuinya kemudian dibawa ke pemukiman untuk diasuhnya.
Selama dua tahun
mengasuh Muhammad saw. Keluarga Halimah dikarunia keberkahan yang melimpah.
Ternak mereka yang semula kurus menjadi gemuk, susunya banyak, tanaman mereka
menjadi subur dan kehasilannya berlipat ganda. Muhammad saw. sangat cepat
pertumbuhannya melebihi anak-anak sebayanya. Dalam dua tahun ia tampak tegap
dan kuat. Ia kemudian diserahkan kepada ibu kandungnya, yaitu Aminah.
Namun karena
keadaan kota Makkah yang udaranya jauh, maka Aminah meminta Halimah untuk
membawa Muhammad saw kembali ke pemukimannya. Setelah Muhammad berumur 5 tahun,
oleh Halimah ia diserahkan kembalii kepada ibunya, Aminah. Mulai saat itu ia
hidup dibawah asuhan dan kasih sayang ibu kandungnya. Dalam usia enam tahun ia
diajak ibunya pergi ke Madinah untuk berziarah ke makam ayahnya, Abdullah bin
Abdul Mutthalib. Turut serta dalam perjalanan itu seorang sahaya, Ummu Aiman.
Akan tetapi malang, dalam pejalannan pulang dari Madinah, ibunya wafat di Abwa,
terletak diantara Makkah dan Madinah. Setelah beberapa hari di Abwa menyaksikan
jenazah ibunya, Ummu Aiman membawanya pulang dan menyerahkan kepada kakeknya
Abdul Mutthalib.
C.
Masa
Kecil hingga Remaja Rasulullah
Setelah
ibundanya wafat, beliau diasuh oleh kakeknya yaitu Abdul Mutholib di Makkah.
Perasaan kasih sayang yang diberikan Abdul Mutholib kepada Nabi sangat
berlimpah. Hingga pada usia Nabi delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari,
kakek beliau meninggal dunia di Mekkah. Sebelum meninggal Abdul Mutholib sudah
berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, Abu Tholib, saudara
kandung Bapak Nabi.
Abu Tholib
melaksanakan hak saudaranya dengan sepenuhnya dan menganggap seperti anaknya
sendiri. Bahkan Abu Tholib mendahulukan kepentingan beliau daripada
anak-anaknya sendiri, mengkhususkan perhatian dan penghormatan. Hingga berumur
lebih dari empat puluh tahun beliau mendapatkan kehormatan disisi Abu Tholib,
hidup dibawah penjagaannya. Ketika Rosulullah berusia dua belas tahun Abu
Tholib mengajak beliau pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga tiba di
Bushra. Suatu daearah yang sudah termasuk Syam dan merupakan ibukota Hauran,
yang juga merupakan ibukotanya orang-orang Arab, sekalipun dibawah kekuasaan
bangsa Romawi. Dinegeri ini ada seorang rahib yang dikenal dengan sebutan
Bahira, yang nama aslinya adalah Jurjis.
Tatkala
rombongan Abu Tholib singgah didaerah ini, maka sang rahib menghampiri mereka
dan mempersilahkan mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu kehormatan.
Padahal sebelum itu rahib belum pernah keluar, namun begitu dia bisa mengetahui
Rasulullah dari sifat-sifat beliau. Sambil memegang tangan beliau, sang rahib
berkata, “orang ini adalah pemipin semesta alam, anak ini akan diutus Allah
sebagai rahmat bagi seluruh alam”. Dia juga mengatakan sebenarnya sejak
rombongan ini tiba di Aqabah, tidak ada bebatuan dan pepohonan melainkan mereka
tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang Nabi. Dia bisa
mengetahui dari stempel nubuwah yang berada dibagian bawah tulang rawan
bahunya, yang menyerupai buah apel. Dia juga mendapatkan tanda itu didalam
kitabnya. Kemudiah rahib Bahira memita agar Abu Tholib kembali lagi bersama
Rasulullah tanpa melanjutkan perjalanan ke Syam, karena dia takut gangguan dari
pihak orang-orang Yahudi. Maka Abu Tholib mengirim beliau bersama beberapa
pemuda agar kembali lagi ke Mekkah.
Menurut Ibnu
Hisyam, ketika Nabi berusia empat belas tahun atau lima belas tahun terjadi
perang antara suku Quraisyi dan sekutunya dari suku Kinanah melawan suku Qais
bin ‘Ailan. Berbeda pendapat para sejarawan tentang bentuk keterlibatan Nabi
Muhammad dalam perang ini. Ada dua riwayat yang dinisbahkan kepada beliau
tentang hal ini. Yang pertama bahwa beliau ikut memanah dan yang kedua sekedar
mengumpulkan panah untuk beliau serahkan kepada paman-pamannya yang terlibat
dalam perang tersebut. Agaknya kedua riwayai itu benar, karena peperangan itu
cukup panjang belansung hingga empat tahun. Bisa saja pada awalnya beliau sekedar
bertugas mengumpulkan panah-panah untuk paman-pamannya, lalu setelah berlalu
dua atau tiga tahun keterlibatan beliau meningkat sehinnga ikut juga melepaskan
anak-anak panah.
Empat bulan
setelah perdamaian perang Fijr, terjadi apa yang dikenal “Hilf al-Fudhul”.
peristiwa ini terjadi pada bulan Dzul-Qa’dah pada bulan suci, yang melibatkan
beberapa kabilah Quraisy, yaitu Bani Hasyim, Bani Al-Muththalib, Asad bin
Abdul-Uzza, Zuhrah bin Kilab dan Taimi Bin Murrah. Mereka berkumpul dirumah
Abdullah bin Jud’an At-Taimy, mereka mengukuhkan perjanjian dan kesepakatan
bahwa tak seorang pun dari pendududk Mekkah yang teraniaya. Siapa yang
teraniaya maka mereka sepakat untuk berdidri dipihaknya. Sedangkan terhadap
siapa yang menzalimi maka hars dibalaskan. Perjanjian ini juga dihadiri
Rasulullah SAW.
Pada awal masa
remaja, Rasulullah tidak mempunyai pekerjaan tetap. Hamya saja riwayat
menyebutkan beliau biasa mengembala kambing dikalangan Bani Sa’ad dan juga di
Makkah dengan imbalan uang beberapa dinar. Pada usia dua puluh lima tahun,
beliau pergi ke Syam menjalankan barang dagang milik Khadijah. Ketika itu
Khadijah mendengar kabar tentang kejujuran perkataan Rasulullah, kredibilitas
dan kemuliaan akhlak beliau oleh karenanya Khadijah mengirim utusan untuk
menawarkan kepada beliau agar pergi ke Syam untuk menjalankan barang dagannya.
Beliaupun menerima tawaran tersebut dan berangkat ke Syam disertai Maisarah.
D.
Pernikahan
hingga Sejarah Kerasulan
1.
Masa
perkenalan
Seperti dimaklumi, Muhammad saw sejak kecil telah di ajak oleh
pamannya, Abu Thalib, ke Syam dalam rangka perdagangan. Memang suku Quraisy
sangat mengandalkan perdagangan sebagaimana disebut dalam QS.Quraisy [106].
Berita tentang kejujuran Muhammad saw sampai juga ke telinga Khadijah, seorang
janda terhormat dan kaya raya yang memperkerjakan orang-orang dalam
pandangannya dalam bentuk mudharabah, yakni bagi hasil.
Riwayat-riwayat berbeda menyangkut siapa yang mengambil inisiatif
untuk mempertemukan Nabi Muhammad saw dengan Khadijah dalam bidang bisnis. Ada
riwayat menyatakan bahwa pamannya Abu Thalib yang menyampaikan idea ini kepada
keponakannya dan setelah disepakati, Abu Thalib menawarkan ide itu kepada
Khadijah. Ada juga riwayat yang menyatakan justru khadijahlah yang menawarkan
hal tersebut kepada Nabi Muhammad saw setelah mengetahui betapa jujur dan luhur
akhlak beliau. Agaknya pendapat pertama lebih logis, apalagi Nabi Muhammad saw
dan juga Abu Thalib itu hidup sederhana dan membutuhkan tambahan biaya hidup.
Hanya saja perlu digaris bawahi hal penting dalam riwayat ini, yaitu bahwa Abu
Thalib ketika datang menawarkan keinginan Nabi Muhammad saw untuk bekerja sama
dengan khadijah, Abu Thalib menuntut agar Muhammad saw memperoleh imbalan yang
melebihi imbalan mereka yang selama ini bekerja sama dengan Khadijah. Dalam
riwayat itu dinyatakan bahwa Abu Thalib berkata kepada Khadijah “Aku mendengar
bahwa engkau memberi imbalan dengan dua ekor anak unta. Tetapi saya minta agar
engkau memberi Muhammad dengan empat ekor.” Khadijah menjawab : “kalaupun orang
lain yang meminta demikian, aku akan kabulkan, apalagi yang meminta ini adalah
orang dekat yang aku hormati”.
2. Lamaran
Dengan penuh keyakinan kita dapat berkata, tanpa mempersoalkan
nilai riwayat yang disebut di atas, bahwa Khadijah ra pada hakikatnya mengenal
dengan benar Muhammad saw dan keistimewaan beliau, baik sebelum bekerjasama
dalam bisnis, lebih-lebih setelah kerja sama itu.
Muhammad saw juga pasti telah mengetahui tentang Khadijah dan
keistimewaannya; Khadijah dari keluarga yang sangat terpandang, sangat terhormat,
dan dikenal sebagai wanita Quraisy terkemuka dan kaya raya. Dia menjadi buah
bibir masyarakat karena kecantikan dan kekayaannya jadi bukan hanya satu atau
dua orang yang melamar kepadanya.
Ada riwayat yang menyatakan bahwa Khadijah yang secara langsung
menyampaikan maksud sucinya kepada Muhammaad saw, tetapi riwayat yang lebih
kuat menyatakan bahwa Khadijah membisikan pada sahabatnya Nufaisah binti Munyah
untuk “mengukur denyut Muhammad” guna mengetahui sikap beliau jika menikah
dengan Khadijah.
Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa Khadijah yang secara
langsung menyampaikan maksud sucinya kepada Muhammad saw. Riwayat lain yang
lebih kuat adalah riwayat sebelum ini, yakni yang menyatakan bahwa Khadijah
membisikkan kepada sahabatnya, Nufaisah binti Munyah. Penulis menilai riwayat
ini lebih logis, karena kendati Khadijah seorang wanita cantik dan kaya serta
diminati oleh banyak pria, tetapi Muhammad saw pun seorang yang sangat dikenal
kejujuran dan ketampanannya serta diminati pula oleh wanita-wanita cantik, baik
gadis maupun janda. Khadijah wajar berfikir dan tidak yakin akan disambut baik,
karena umumnya ketika itu sebanding dengan umur Aminah, ibu Muhammad saw
seandainya Aminah masih hidup. Khadijah wajar berfikir dua-tiga kali, karena ia
adalah janda, bukan hanya baru menikah sekali, tetapi dua kali. Pertama dengan
Abu Halah bin Zararah at-Tamimi dan memperoleh tiga orang anak, yaitu Hind,
ath-Thahir, dan Halah. Sedangkan pernikahan yang kedua setelah wafatnya suami
pertama dengan Atiq bin Abid bin Abdillah al-Makhzumy dan memperoleh anak yang
dinamai juga Halah.
3.
Perkawinan
Muhammad saw dengan Khadijah secara Islami
Amr bin Asad menyambut khutbah uluran tangan ini dengan berucap
singkat :
هذا فحل لا يجدع أنفه
Ini adalah unta
jantan yang tidak dipotong/ditandai hidungnya
Mendengar khutbah ini, Abu Thalib berucap :
قد أحببت أن يشركك عمها
Aku
suka bila pamannya ikut serta denganmu (yakni dalam mengawinkan ini).
Maka pamannya berkata :
اشهدوا علي يا معا شر قريش أني قد أنكحت محمد بن عبدالله خديجة بنت
خويلد
Bersaksilah
atasku, bahwa aku telah menikahkan Muhammad bin Abdullah dengan Khadijah binti
Khuwailid.
Maka semua hadirin, pemuka Quraisy menjadi saksi penikahan itu.Dari
uraian diatas terbaca bahwa perkawinan Nabi Muhammad saw dengan Khadijah berlangsung
demikian rapi dan sangat “islami”. Ada Khutbah nikah, ada ijab dan qabul, ada
saksi-saksi, dan jelas juga identitas kedua calon pengantin. Mahar pun telah di
tentukan. Memang cara seperti ini merupakan salah satu dari cara perkawinan
pada masa jahiliyah, dan cara itulah yang dilestarikan oleh Islam.
4.
Motivasi
pernikahan Muhammad saw dan Khadijah ra.
Mengapa Nabi Muhammad saw bersedia menikah dengan Khadijah ra yang
usianya seumur dengan ibu beliau, seandainya ibu beliau masih hidup. Dan yang
telah menikah dua kali dan memiliki anak-anak,
Anda bisa berkata : karena Khadijah adalah wanita yang mulia lagi
diidamkan oleh banyak pria, yang mampu memilih siapa yang dinilainya wajar
untuk menjadi pendampingnya, dan ternyata pilihannya tepat. Pilihannya itu
bertemu dengan sosok lelaki yang meyakini bahwa kebahagiaan rumah tangga bukan
ditentukan oleh banyak sedikitnya materi seorang atau karena statusnya sebagai
gadis atau janda, tetapi ditentukan oleh kepribadiannya yang luhur dan asal
usulnya yang bersih serta kematangannya dalam berfikir dan bertindak dan itulah
yang pemuda Muhammad temukan pada sosok Khadijah ra bukankah sejak
remaja-remaja sebabnya di usia muda berbeda pula dengan pemuda-pemuda
masyarakatnya?
“Hati berada diantara dua jari-jari tangan Allah, Dia yang
membolak-balikkannya, sebagai kehendaknya.” Ada cinta yang dapat diusahakan
manusia, tetapi ada juga cinta yang di anugerahkan Allah kepada siapa yang di
kehendaki-Nya tanpa manusia dapat menampiknya.
Nah, inilah yang terjadi pada diri Nabi Muhammad saw dan Khadijah
ra Allah menganugerahkan itu, antara lain karena Allah menghendaki agar
pendamping Nabi Muhammad pada masa-masa sulit adalah seorang yang memiliki
watak, pengalaman, kaya, tidak berkurang dalam kecantikan dan harta, serta mampu
pula memberi anak-anak. Nanti, pada masa tantangan berat Nabi Muhammad saw maka
atas petunjuk Allah pulu, beliau menikah, antara lain dengan Aisyah yang muda
dan cerdas, karena ketika itu diperlukan pendamping, bahkan pendamping yang
dapat merekam rincian ajaran agama yang dijelaskan dan diperagakan oleh Nabi
agung itu. Hal yang belum dibutuhkan pada periode Mekkah.
5.
Kehidupan
Rumah Tangga
Lima belas tahun lamanya Nabi Muhammad saw hidup dalam rumah tangga
bahagia. Tidak banyak informasi yang dapat ditemukan menyangkut kehidupan
Muhammad saw pada masa-masa sebelum kehadiran wahyu. Informasi yang banyak
adalah pada masa kenabian. Dari informasi yang diberikan oleh mereka yang dekat
dengan nabi Muhammad saw di temukan bahwa kehidupan rumah tangga beliau
dipenuhi oleh sakinah, karena teraktualisasinya mawadah dan rahmah
dalam kehidupan mereka. Banyak bukti tentang hal tersebut, bukan saja pada masa
hidup Khadijah, tetapi juga setelah kematiannya. Selama 15 tahun itu, Muhammad
saw. Tidak menikah dengan seorang pun. Aisyah mencerikan bahwa tiga tahun
setelah meninggalnya Khadijah, baru nabi saw bercampur dengannya. Kesetiaan dan
kenangan manis Nabi saw kepada Khadijah begitu tinggi dan indah, bukan saja
pada masa hidup beliau, tetapi jauh setelah berpulangnya Khadijah, sekitar 10
tahun setelah kenabian.
E.
Wahyu
Pertama dan Orang-orang pertama yang memeluk Islam
1.
Wahyu
Pertama
Wahyu dari segi
bahasa berarti “ isyarat yang cepat ,” sedangkan menurut terminologi “
informasi Tuhan kepada manusia pilihan-Nya menyangkut ajaran agama atau
semacamnya.” Syaikh Muhammad Abduh mendefinisikan wahyu sebagai “ irfan /
informasi yang jelas yang diperoleh seseorang dari Allah disertai dengan
keyakinan tentang kebenarannya. “
Nabi Muhammad
menggambarkan bahwa apa yang diinformasikan oleh Allah kepada beliau terpatri
dalam kalbu beliau. Bermacam – macam cara Nabi Muhammad SAW menerima wahyu.
Beliau melukiskan bahwa ada wahyu yang beliau terima dengan sangat berat,
disertai sesuatu berupa gerincing lonceng yang terdengar nyaring di telinga.
Ada juga yang disertai suara yng menyerupai suara lebah. Seperti diketahui
kepakan sayap – sayap lebah mencapai tingkat kecepatan 250 kepakan per detik.
Itulah yang mengakibatkan dengung.
Dari hadis –
hadis disimpulkan bahwa dalam konteks wahyu Allah terhadap Nabi Muhammad SAW
melalui kehadiran
malaikat, ada dua cara kehadiran malaikat, pertama, malaikat datang kepada
dirinya menampakkan wujud asli, dan ketika itu Nabi SAW melihatnya dengan mata
kepala, karena ketika itu kondisi / dimensi kepribadian beliau diangkat ke
tingkat malaikat. Sedang yang kedua adalah malaikat beralih dari dimensi
kemalaikatannya ( yang tercipta dari cahaya )ke dimensi manusiawi ( yang
tercipta dari tanah ) dan dalam kondisi ini, bisa saja manusia biasa selain
Nabi SAW melihat malaikat dalam bentuk manusia. Memang mata manusia tidak mampu
melihat malaikat dalam bentuk aslinya, karena matanya tidak setajam apa yang
diperlukan untuk melihat malaikat. Mata manusia memiliki keterbatasan.
Wahyu pertama
yang diterima oleh nabi Muhammad SAW adalah (Q.S al – alaq : 1 – 5 ) pada bulan
ramadhan, pada malam ketujuh belas tepatnya 6 Agustus 610 M, pada usia 40
tahun. Menurut riwayat yang populer, malaikat Jibril atas perintah Allah datang
menemui Nabi Muhammad SAW yang ketika itu dlam keadaan penuh kesadara. Ketika
itulah malaikat agung menyampaikan wahyu al – Qur’an yang pertama :
ù&tø%$#ÉOó$$Î/y7În/uÏ%©!$#t,n=y{ÇÊÈt,n=y{z`»|¡SM}$#ô`ÏB@,n=tãÇËÈù&tø%$#y7/uurãPtø.F{$#ÇÌÈ
Ï%©!$#zO¯=tæÉOn=s)ø9$$Î/ÇÍÈzO¯=tæz`»|¡SM}$#$tBóOs9÷Ls>÷ètÇÎÈ
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang mencipta, yang telah menciptakan
manusia dari al – alaq. Bacalah dan Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang mengajar
dengan pena, yang mengajar manusia apa yang belum dia ketahui ( Q.S Al – alaq 1
– 5 )
Sebelum ini
telah dikemukakan bahwa wahyu diterima nabi Muhammad SAW dengan amat berat. Di
kali pertama, menurut penuturan Nabi SAW sendiri, beliau dirangkul sedemikian
keras oleh malaikat Jibril sehingga beliau mencapai puncak keletihan, bahkan
meras mungkin itulah ( proses awal ) kematian. Beliau diperintahkan oleh
malaikat Jibril agar membaca : ( اقراء) “Bacalah!” kata jibril. Nabi Muhammad
SAW menjawab انا بقارئما “Aku tidak dapat membaca”
Setelah tiga
kali diperintah demikian, barulah beliau berucap, “ Apa yang harus saya
baca? Lalu Jibril menyampaikan lima ayat pertama surat al – alaq. Bisa jadi
jawaban – jawaban beliau di kali ketiga itu bertujuan membebaskan beliau dari
rangkulan kuat malaikat jibril bisa jadi juga ketika itu barulah beliau sadar
bahwa perintah “ membaca “ yang dimaksud bukanlah pengertian “mengucapkan
secara jelas sesuatu yang tertulis dalam satu naska, tetapi maknanya adalah
membaca atau menghimpun dalam benak sesuatu walau tanpa ada teks tertulis.”
Karena memang demikian salah satu makna dari kata iqra’.
2.
Orang-orang
Pertama Yang Masuk Islam
Dapat
dipastikan bahwa Khadijah adalah manusia pertama yang percaya terhadap Nabi
Muhammad SAW. Istri pertama dan tercinta nabi Muhammad itulah membenarkan,
bahakan mendukung beliau sebelum adanya perintah ayat al – Muddatstsir.
Khadijah ra. Adalah orang yang paling mengenal Nabi Muhammad SAW luar dan
dalam. Bisa jadi orang luar mengenal seseorang, tetapi pengenalannya tidak
seluas orang dalam rumah, apalagi istri. Atas dasar itu, wajar jika dinyatakan
bahwa Khadijah ra. Adalah manusia pertama yang mempercayai kenabian Nabi
Muhammad SAWdisusul oleh Ali bin Abi Thalib, yang juga “ orang dalam rumah “
sepupu dan anak asuh yang tinggal bersama nabi. Diriwayatkan bahwa Sayyidina
Ali yang ketika itu berusia sepuluh tahun, menemukan Nabi Muhammad SAW sedang
sujud dan ruku’ ( shalat ) bersama Khadijah ra. Lalu dia bertanya terhadap siapa
mereka sujud? Maka Nabi Muhammad SAW mengajaknya memeluk islam. Sayyidina Ali
meminta waktu untuk bermusyawarah dengan ayahnya, Abu Thalib. Tetapi setelah
semalam merenung, keesoakan harinya dia memutuskan untuk memeluk islam tanpa
meminta izin dari ayahnya. Konon dia berkata : “ Tuhan menciptakan akau
tanpa Dia berunding dengan ayahku Abu Thalib, maka mengapa aku harus
bermusyawarah dengannya untuk menyembah Allah yang menciptakan?”
Zaid bin Haritsah,
kekasih dan bekas anak angkat beliau termasuk juga orang pertama yang memeluk
islam. Abu Bakar ra. Yang merupakan orang diluar keluar yang mempercayai beliau
karena Abu Bakar adalah teman akrab Nabi SAW sejak sebelum masa kenabian. Abu
Bakar ra. Memiliki pandangan jauh, kejernihan hati, dan pikiran. Beliau juga
dikenal luas oleh masyarakat Jahiliyah, bukan saja karena kekayaan, ketampanan
dan penampilannya yang selalu indah, tetapi juga karena pengetahuannya yang
luas, khususnya dalam bidang garis keturunan suku Quraisyi. Abu Bakar ra. Jauh
sebelum masa kenabian telah lama mengenal dan bersahabat dengan Nabi SAW,
bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa beliau ikut dalam kafilah perdagangan
ke Syam bersama Nabi Muhammad SAW. Bisa jadi juga Abu Bakar ra. Telah mendengar
tentang akan hadirnya seorang nabi, maka karena itu tidak heran begitu beliau
mendengar dari seseorang yang tinggal dirumah Khadijah yang menyatakan bahwa
Muhammad SAW adalah seorang nabi, Abu Bakar bergegas menemui sahabatnya,
Muhammad SAW dengan tulus pula menyampaikan kepada Abu Bakar apa yang
dialaminya ketika berada di Gua Hira. Abu Bakar langsung membenarkan beliau dan bersaksi
akan keesaan Allah dan Kerasulan Muhammad SAW. Tokoh – tokoh diatas merupakan
orang – orang pertama yang masuk islam.
Sementara ulama
berusaha mengkompromikan keislaman tokoh – tokoh tersebut diatas dengan
memutuskan bahwa : “ Wanita pertama yang memeluk islam adalah Khadijah, orang
dewasa yang pertama adalah Abu Bakar, remaja pertama yang masuk islam adalah
Ali bin Abi Thalib, dan bekas budak pertama adalah Zaid Ibn Haritsah, sedangkan
Bilal bin Rabah adalah orang pertama yang memeluk islam dari mereka yang
berstatus budak.
Termasuk juga
dalam kelompok pertama mememluk islam adalah putri – putri Nabi SAW, walaupun
tidak secepat Khadijah dan Ali ra. karena mereka telah berumah tangga ( yakni
brada diluar rumah ) sehingga mereka tidak secepat orang dalam rumah yang
mendengar berita Nabi SAW, bahkan boleh jadi mereka mendengarnya,tetapi karena
suami mereka tidak percaya, maka merekapun tidak segera beriman dan Nabipun
ketika itu belum menyampaikan ajaran islam keluar rumah.
Atas ajakan Abu
Bakar ra. Tokoh – tokoh lain meyusul, seperti Ustman bin Affan, az – Zubair bin
al Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’id bin Waqqash, Thalhah bin Abdillah, Ja’far
bin Abi Thalib, dan beberapa lainnya.
Setelah mereka
itu, datang kelompok kedua yang memeluk islam, antara Ab Ubaidah, ‘Amir Ibn
Jarrah, Abu Salamah, Abu Dzar al Ghifari bersama saudaranya Anis dan ibu mereka
dan lain – lain.
Ketika jumlah
pengikut Nabi telah mencapai sekitar tiga puluh orang, Nabi Saw memilih
kediaman al – Arqam bin al – arqam, yang juga telah memeluk islam , sebagai
tempat pertemuan guna memperoleh bimbingan beliau dan juga tempat bagi mereka
yang berminat memeluk islam untuk menyampaikan niatnya kepada Nabi SAW.
IV.
KESIMPULAN
Rasulullah mempunyai nasab yang mulia lagi terhormat, yaitu terdiri
dari bapak-bapak yang suci dan ibu-ibu yang suci pula. Rasulullah lahir di
Makkah pada hari Senin di Suqul Lail hari ke-17 bulan Rabiul Awal tahun Gajah
bertepatan pada tahun 571 M. Coiussin Perseval mengatakan Rasulullah lahir pada
tanggal 20 Agustus 571 Miladiyah, Freman mengatakan tanggal 20 Agustus 569,
Palmen mengatakan pada tanggal 20 Septembel 571 M, dan Muler mengatakan pada
tahun 570 Miladiyah. Sejak kecil Rasulullah sudah ditinggal oleh orang tuanya.
Pada usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari kakek beliau meninggal
dunia, kemudian hak asuhnya dilimpahkan ke Pamannya yaitu Abu Thalib sampai
beliau menikah dengan Siti Khadijah. Wahyu pertama yang diterima Rasulullah
adalah Q.S Al Alaq ayat 1-5 dan golongan orang yang pertama kali masuk Islam
yaitu Khadijah, Ali Bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Abu Bakar, dan Bilal bin
Rabbah.
V.
PENUTUP
Demikian
makalah ini penulis susun, apabila terjadi kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan, penulis mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun
penulis harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis dan pembacanya. Terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA