Sabtu, 29 Maret 2014

KEHIDUPAN MUHAMMAD SEBELUM DIANGKAT MENJADI ROSUL




I.                   PENDAHULUAN
Rasa syukur yang mendalam tidak lupa Penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas nikmat-Nya lah Penulis bisa berfikir dan bekerja demi terselesaikannya tugas makalah sirah nabawiyah ini dengan lancar.
Muhammad SAW. merupakan nabi terakhir/penutup dari segala nabi yang pernah ada sebelumnya. Ia juga suri teladan bagi kaum Muslimin. Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim mengetahui, untuk diikuti dan diamalkan sesuai petunjuknya.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Geneologi Rasulullah?
B.     Bagaimana Proses Kelahiran Rasulullah?
C.     Bagaimana Masa Kecil hingga Remaja Rasulullah?
D.    Bagaimana Pernikahan hingga Sejarah Kerasulan Nabi Muhammad?
E.     Apa Wahyu Pertama yang diterima Nabi Muhammad dan Siapa Saja Orang-orang yang Pertama Kali Memeluk Islam?

III.             PEMBAHASAN
A.    Geneologi Rasulullah
Berkat adanya junjungan kita yaitu Muhammad ibnu Abdullah, maka umat manusia menjadi mulia. Ibunya bernama Siti Aminah binti Wahab az-Zuhriyah dari kabilah Quraisy. Abdullah adalah anak lelaki Abdul Muthalib dari istrinya yang bernama Fatimah binti Amr al-Makhzumiyah dari kabilah Quraisy. Abdul Muthalib adalah seorang syekh (pemimpin) yang diagungkan di kalangan kabilah Quraisy. Mereka selalu meminta keputusan daripadanya bila menghadapi perkara-perkara yang sulit, dan mereka selalu mendahulukannya di dalam hal-hal yang penting. Abdul Muthalib adalah anak Hasyim dari istrinya yang bernama Salma binti Amran-Najjariyah dari kabilah khazraj. Hasyim adalah anak Abdu Manaf dari istrinya yang bernama Atikah binti Murrah as-Sulamiyah. Dan Abdu Manaf adalah anak Qushay dari istrinya yang bernama Hubbiy binti Halil al-Khuza’iyah.
Jabatan hijabah (pengurus) Baitullah (Ka’bah) pada masa jahiliyah  dipercayakan kepada Qushay, demikian pula jabatan rifadah (bertugas memberi minum dan makanan kepada para jema’ah haji), dan jabatan memimpin nudwah, yaitu majelis permusyawaratan yang harus memecahkan semua masalah dirumahnya, serta jabatan liwa (panglima perang). Ketika ajal telah dekat, ia menyerahkan semua jabatan tersebut kepada salah seorang anak lelakinya yang bernama Abdud-Dar. Akan tetapi, Bani Abdu Manaf (anak-anak Abdu Manaf) sepakat tidak akan membiarkan anak-anak mereka, Bani Abdud-Dar, menguasai kedudukan yang dibanggakan ini sehingga hampir saja pecah perang saudara daikalangan mereka andaikata tidak ada orang-orang bijaksana dari kedua kelompok itu yang melerai mereka. Akhirnya mereka sepakat untuk menyerahkan jabatan si-qayah dan rifadah kepada Bani Abdu Manaf; kedua jabatan penting ini berlangsung ditagan mereka sehinnga sampai kepada tangan Al-Abbas ibnu Abdul Muthalib, yang selanjutnya menurunkan pula kepada anak-anaknya sesudah Al-Abbas meninggal dunia. Adapun jabatan siqayah masih tetap berada di tangan Bani Abdud-Dar, yang selanjutnya diakui oleh syara’. Hingga sekarang jabatan tersebut masih tetap ditangan mereka, yaitu Bani Syaibah ibnu Utsman ibnu Abu Thalhah ibnu Abdul Aziz inu Abdul Aziz ibnu Utsman ibnu Abdud-Dar. Adapun jabatan liwa masih tetap berada ditangan mereka (Bani Abdud-Dar) sehingga dibatalkan oleh Islam, kemudian Islam menjadikannya sebagai hak khalifah kaum Muslimin, dan hanya boleh dipegang oleh orang yang dinilai oleh Islam sebagai orang yang layak untuk memangkunya, demikian pula jabatan nudwah.
Qushay adalah anak lelaki Kilab dari istrinya, Fatimah binti Sa’d dari negeri Yaman dan dari kalangan kabilah Azdsyanuah. Kilab adalah anak Murrah dari istrinya yang bernama Hindun binti Sarir dari Bani Fihr ibnu Malik. Murrah adalah anak Ka’ab dari istrinya , Wasyiyah binti Syaiban dari kalangan Bani Fihr pula. Ka’ab adalah anak Luay dari istrinya yang dikenal dengan nama panggilan Ummu Luay, nama aslinya adalah Salma binti Amr al Khuza’iy. Ghalib adalah anak Fihr dari istrinya yang dikenal dengan nama panggilan Ummu Ghalib, nama aslinya adalah Laila binti Sa’ad, dari kalangan kabilah Hudzail.
Menurut pendapat mayoritas ahli sejarah, Fihr adalah Quraisy, dan Quraisy merupakan suatu kabilah besar yang terdiri atas beberapa puak, yaitu Bani Abdu Manaf, Bani Abdud-Dar ibnu Qushay, Bani Asad ibnu Abdul Uzza ibnu Qushay, Bani Zahrah ibnu Kilab, Bani Makhzum ibnu Yaqzhah ibnu Murrah, Bani Taim ibnu Murrah, Bani Addiy ibnu Ka’ab, Bani Sahm ibnu Hushais ibnu Amr ibnu Ka’ab, Bani Amir ibnu Luay, Bani Taim ibnu Ghalib, Bani al-Harits ibnu Fihr, dan Bani Muharib ibnu Fihr. Orang-orang Quraisy yang mendiami kota Makkah dinamakan Quraisy al-Bithah (orang-orang Quraisy kota), sedangkan orang-orang Quraisy yang dian disekitar kota Makkah dinamakan Quraisy Azh-Zhawahir (orang-orang Quraisy pedalaman).
Fihr adalah anak Malik dari istrinya yang bernama Jandalah binti al-Harb dari kabilah Jurhum. Malik adalah anak an-Nadhr dari istrinya yang bernama Atikah binti Adwan dari kabilah Qais Ailan. An-Nadhr adalah anak Kinanah dari istrinya yang bernama Barrah binti Mur ibnu Idd. Kinanah adalah anak Khuzaimah dari istrinya yang bernama Awwanah binti Sa’ad dari kalangan kabilah Qais Ailan. Khuzaimah adalah anak Mudrikah dari istrinya yang bernama Salma binti Aslam dari kabilah Qudha’ah. Mudrikah adalah anak Ilyas dari Istrinya yang bernama Khandaf, seorang wanita teladan dalam hal kehormatan dan keperkasaan. Ilyas adalah anak Mudhar dari istrinya yang bernama Ar-Rabbab binti Jundah ibnu Ma’ad. Mudhar adalah anak Nizzar dari istrinya yang bernama Saudah binti Ak. Nizzar adalah anak Ma’ad dari istrinya yang bernama Mu’anah binti Jausyam dari kabilah Jurhum. Dan Ma’ad adalah anak Adnan.
Demikianlah nasab keturunan Nabi saw. Yang keabsahannya telah disepakati oleh para ulama tarikh dan ahli hadits. Adapun mengenai nasab mulai dari Adnan hinnga keatasnya tidak ada satu jalur periwayatan pun yang sahih. Pada garis besarnya mereka telah sepakat bahwa nasab Rasulullah saw. Sampai kepada nabi Ismail sebagai bapak orang-orang arab yang musta’ribah dan Nabi Ismail adalah anak Nabi Ibrahim a.s.
Seperti yang telah anda lihat sendiri, nasab Nabi saw. Adalah nasab yang mulia lagi terhormat, yaitu terdiri dari bapak-bapak yang suci dan ibu-ibu yang suci pula. Rasulullah saw. Masih terus berpindah-pindah dari tulang sulbi suci mereka kepada rahim-rahim yang suci pula, sehingga Alah swt. memilih dua orang ibu-bapaknya dari kalangan bangsa Arab, yaitu dari kabilah Quraisy. Kabilah Quraisy merupakan kabilah yang memiliki kedudukan tinggi dan terhormat dikalangan bangsa Arab, anda tidak akan menjumpai dalam silsilah Rasulullah saw. Selain orang-orang yang mulia; tidak seorangpun dari mereka yang merupakan rakyat jelata, bahkan semuanya merupakannya pemimpin dan orang yang terhormat. Demikian pula silsilah ibu-ibu dari kakek moyang Rasulullah saw.,mereka semua termasuk kabilah-kabilahyang memiliki kedudukan yang tinggi dan disegani. Memang tidak diragukan bahwa kemuliaan silsilah dan sucinya tempat kelahiran merupakan syarat kenabian. Perkawinan yang dilakukan oleh setiap moyang Nabi saw. sehingga sampai kepada kedua orang ibu-bapaknya merupakan perkawinan yang sah sesuai dengan syariat yang berlaku pada bangsa Arab. Tidak pernah sesuatu dari sifat jahiliyah (zina) menyentuh silsilah keturunan Nabi saw., bahkan Allah memelihara silsilah keturunannya dari perbuatan tersebut. [1]
B.     Proses Kelahiran Rasulullah
Muhammad saw. Lahir di Makkah, di suatu tempat yang dikenal dengan suqul lail pada hari Senin pagi, hari ketujuh belas bulan Rabiul Awal tahun  fiel yang bertepatan dengan tahun 570 Masehi. Banyak para orientalis yang berbeda pendapat mengenai kelahiran nabi. Coussin perceval dari Prancis mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw dilahirkan pada tanggal 20 Agustus 570 Miladiah. Freman dari Swiss dalam bukunya “Ma’Asy Syarq” mengatakan bahwa beliau dilahirkan pada 20 Agustus 569. Palmer dari Inggris mengatakan bahwa Iadilahirkan pada 20 September 571 M. Sedangkan Muler dari Jerman dalam bukunya “Al-Islam”mengatakan bahwa yag benar Nabi Muhammad saw dilahirkan pada tahun 570 Miladiah.[2]
Ketika Nabi Muhammad masih didalam kandungan ibunya, Ayahnya telah meninggal dunia di kota Yatsrib (Madinah), dalam perjalannanya pulang bersama satu kafilah perniagaan dari tanah Syam, dengan meninggalkan warisan untuk puteranya yang masih didalam kandungan itu, sebanyak 5 ekor unta, beberapa ekor kambing, dan seorang sahaya bernama Ummu Aiman, yang kemudian menjadi pengasuh Nabi yang setia.
Ketika malam kelahiran beliau saw. Tampak berbagai tanda-tanda yang luar biasa. Bumi goncang dilanda gempa hingga berhala-hala yang dipajang disekitar Kabbah jatuh bergelimpangan, beberapa buah gereja dan biara runtuh serta balairung istana Kisra di Persia retak dan roboh, disusul dengan padamnya api sesembahan kaum Majusi di negeri itu. Peristiwa itu bukan lain adalah kelahiran Muhammad Saw di Makkah.[3]
Ketika ia dilahirkan, ibunya Aminah mengutus seorang menemui kakeknya “Abdul Mutthalib” untuk menyampaikan berita gembira tentang kelahiran cucu yang telah lama dinantikan. Dengan bergegas-gegas dan rasa tak sabar Abdul Mutthlib pulang kerumah Aminah untuk melihat cucunya yang baru lahir itu. Anak itu dipeluk dan kemudian dibawa kesisi Kabbah dan dinamai “Muhammad”.
Pada hari ketujuh dari kelahirannya, Abdul Mutthalib menyelenggarakan akikah dengan menyembelih beberapa ekor domba. Acara ini dihadiri oleh hampir semua pembesar-pembesar Makkah. Diantara para tamu yang hadir disitu bertanya kepadanya mengapa putra Abdullah dinamai “Muhammad”, berbeda dengan nama-nama leluhurnya. Kemudian Abdul Mutthalib menjawab: “Aku ingin ia akan menjadi orang yang terpuji bagi Allah di langit dan bagi Makhluk-Nya di bumi”. Memang, kata Muhammad mengandung arti “terpuji berkkali-kali” berbeda dengan “mahmud” yang berarti terpuji walau sekali, berbeda juga dengan “Hamid” yang berarti memuji walau sekali.[4]
Sebelumnya nama “Muhammad” tidak terlalu dikenal oleh bangsa Arab kecuali tiga orang yang memakainya, nenek moyang mereka tahu dari sebagian peramal bahwa akan diutus seorang nabi di Hijaz ysng bernama Muhammad, lalu mesing-masing bernazar bahwa apabila memiliki anak laki-laki maka ia akan menamakannya Muhammad. Mereka adalah Muhammad bin Suufyan Al-Tamimi Al-Farazdaq Al-A’la, Muhammad bin Bilal Al Ausi, dan Muhammad bin Hamran Al-Ja’fi.[5]
Salah satu kebiasaan kaum bangsawan Makkah, pada jaman jahiliyah, ia menyerahkan anaknya diasuh dan disusukan oleh perempuan badwi yang berdiam di Badiah. Hal ini karena kaum badwi hidup di pemukiman yang berudara bersih dan jernih. Anak itu biasanya dititipkan selama 7-8 tahun. Selama menunggu pengasuh dari luar kota, Nabi disusui oleh sahaya dari pamanya, yaitu Tsuwaibah. Setelah beberapa hari disusui oleh suwaibah,  datanglah perempuan-perempuan badwi, diantaranya peerempuan dari Bani Sa’id, yang terkenal pandai dan baik dalam menyusukan dan mengasuh anak. Mereka mencari-cari anak susuan dengan harapan akan mendapat imbalan dari orangtuanya untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Ketika di rumah Aminah, ia menawarkan puteranya untuk mereka susui, tetapi mereka keberatan setelah mengetahui bahwa anak yang ditawarkannya adalah anak yatim. Salah satu dari mereka mengetahui terlebih dahulu bahwa anak yang ditawarkannya adalah anak yatim, ia pun terlebih dulu menolak. Namun karena Halimah tidak mendapatkan anak susuan lain, ia terpaksa menerima cucu Abdul Mutthalib itu untuk disusuinya kemudian dibawa ke pemukiman untuk diasuhnya.
Selama dua tahun mengasuh Muhammad saw. Keluarga Halimah dikarunia keberkahan yang melimpah. Ternak mereka yang semula kurus menjadi gemuk, susunya banyak, tanaman mereka menjadi subur dan kehasilannya berlipat ganda. Muhammad saw. sangat cepat pertumbuhannya melebihi anak-anak sebayanya. Dalam dua tahun ia tampak tegap dan kuat. Ia kemudian diserahkan kepada ibu kandungnya, yaitu Aminah.[6]
Namun karena keadaan kota Makkah yang udaranya jauh, maka Aminah meminta Halimah untuk membawa Muhammad saw kembali ke pemukimannya. Setelah Muhammad berumur 5 tahun, oleh Halimah ia diserahkan kembalii kepada ibunya, Aminah. Mulai saat itu ia hidup dibawah asuhan dan kasih sayang ibu kandungnya. Dalam usia enam tahun ia diajak ibunya pergi ke Madinah untuk berziarah ke makam ayahnya, Abdullah bin Abdul Mutthalib. Turut serta dalam perjalanan itu seorang sahaya, Ummu Aiman. Akan tetapi malang, dalam pejalannan pulang dari Madinah, ibunya wafat di Abwa, terletak diantara Makkah dan Madinah. Setelah beberapa hari di Abwa menyaksikan jenazah ibunya, Ummu Aiman membawanya pulang dan menyerahkan kepada kakeknya Abdul Mutthalib.[7]
C.     Masa Kecil hingga Remaja Rasulullah
Setelah ibundanya wafat, beliau diasuh oleh kakeknya yaitu Abdul Mutholib di Makkah. Perasaan kasih sayang yang diberikan Abdul Mutholib kepada Nabi sangat berlimpah. Hingga pada usia Nabi delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari, kakek beliau meninggal dunia di Mekkah. Sebelum meninggal Abdul Mutholib sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, Abu Tholib, saudara kandung Bapak Nabi.
Abu Tholib melaksanakan hak saudaranya dengan sepenuhnya dan menganggap seperti anaknya sendiri. Bahkan Abu Tholib mendahulukan kepentingan beliau daripada anak-anaknya sendiri, mengkhususkan perhatian dan penghormatan. Hingga berumur lebih dari empat puluh tahun beliau mendapatkan kehormatan disisi Abu Tholib, hidup dibawah penjagaannya. Ketika Rosulullah berusia dua belas tahun Abu Tholib mengajak beliau pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga tiba di Bushra. Suatu daearah yang sudah termasuk Syam dan merupakan ibukota Hauran, yang juga merupakan ibukotanya orang-orang Arab, sekalipun dibawah kekuasaan bangsa Romawi. Dinegeri ini ada seorang rahib yang dikenal dengan sebutan Bahira, yang nama aslinya adalah Jurjis.[8]
Tatkala rombongan Abu Tholib singgah didaerah ini, maka sang rahib menghampiri mereka dan mempersilahkan mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu kehormatan. Padahal sebelum itu rahib belum pernah keluar, namun begitu dia bisa mengetahui Rasulullah dari sifat-sifat beliau. Sambil memegang tangan beliau, sang rahib berkata, “orang ini adalah pemipin semesta alam, anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam”. Dia juga mengatakan sebenarnya sejak rombongan ini tiba di Aqabah, tidak ada bebatuan dan pepohonan melainkan mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang Nabi. Dia bisa mengetahui dari stempel nubuwah yang berada dibagian bawah tulang rawan bahunya, yang menyerupai buah apel. Dia juga mendapatkan tanda itu didalam kitabnya. Kemudiah rahib Bahira memita agar Abu Tholib kembali lagi bersama Rasulullah tanpa melanjutkan perjalanan ke Syam, karena dia takut gangguan dari pihak orang-orang Yahudi. Maka Abu Tholib mengirim beliau bersama beberapa pemuda agar kembali lagi ke Mekkah.[9]
Menurut Ibnu Hisyam, ketika Nabi berusia empat belas tahun atau lima belas tahun terjadi perang antara suku Quraisyi dan sekutunya dari suku Kinanah melawan suku Qais bin ‘Ailan. Berbeda pendapat para sejarawan tentang bentuk keterlibatan Nabi Muhammad dalam perang ini. Ada dua riwayat yang dinisbahkan kepada beliau tentang hal ini. Yang pertama bahwa beliau ikut memanah dan yang kedua sekedar mengumpulkan panah untuk beliau serahkan kepada paman-pamannya yang terlibat dalam perang tersebut. Agaknya kedua riwayai itu benar, karena peperangan itu cukup panjang belansung hingga empat tahun. Bisa saja pada awalnya beliau sekedar bertugas mengumpulkan panah-panah untuk paman-pamannya, lalu setelah berlalu dua atau tiga tahun keterlibatan beliau meningkat sehinnga ikut juga melepaskan anak-anak panah.[10]
Empat bulan setelah perdamaian perang Fijr, terjadi apa yang dikenal “Hilf al-Fudhul”. peristiwa ini terjadi pada bulan Dzul-Qa’dah pada bulan suci, yang melibatkan beberapa kabilah Quraisy, yaitu Bani Hasyim, Bani Al-Muththalib, Asad bin Abdul-Uzza, Zuhrah bin Kilab dan Taimi Bin Murrah. Mereka berkumpul dirumah Abdullah bin Jud’an At-Taimy, mereka mengukuhkan perjanjian dan kesepakatan bahwa tak seorang pun dari pendududk Mekkah yang teraniaya. Siapa yang teraniaya maka mereka sepakat untuk berdidri dipihaknya. Sedangkan terhadap siapa yang menzalimi maka hars dibalaskan. Perjanjian ini juga dihadiri Rasulullah SAW.
Pada awal masa remaja, Rasulullah tidak mempunyai pekerjaan tetap. Hamya saja riwayat menyebutkan beliau biasa mengembala kambing dikalangan Bani Sa’ad dan juga di Makkah dengan imbalan uang beberapa dinar. Pada usia dua puluh lima tahun, beliau pergi ke Syam menjalankan barang dagang milik Khadijah. Ketika itu Khadijah mendengar kabar tentang kejujuran perkataan Rasulullah, kredibilitas dan kemuliaan akhlak beliau oleh karenanya Khadijah mengirim utusan untuk menawarkan kepada beliau agar pergi ke Syam untuk menjalankan barang dagannya. Beliaupun menerima tawaran tersebut dan berangkat ke Syam disertai Maisarah.[11]
D.    Pernikahan hingga Sejarah Kerasulan
1.      Masa perkenalan
Seperti dimaklumi, Muhammad saw sejak kecil telah di ajak oleh pamannya, Abu Thalib, ke Syam dalam rangka perdagangan. Memang suku Quraisy sangat mengandalkan perdagangan sebagaimana disebut dalam QS.Quraisy [106]. Berita tentang kejujuran Muhammad saw sampai juga ke telinga Khadijah, seorang janda terhormat dan kaya raya yang memperkerjakan orang-orang dalam pandangannya dalam bentuk mudharabah, yakni bagi hasil.
Riwayat-riwayat berbeda menyangkut siapa yang mengambil inisiatif untuk mempertemukan Nabi Muhammad saw dengan Khadijah dalam bidang bisnis. Ada riwayat menyatakan bahwa pamannya Abu Thalib yang menyampaikan idea ini kepada keponakannya dan setelah disepakati, Abu Thalib menawarkan ide itu kepada Khadijah. Ada juga riwayat yang menyatakan justru khadijahlah yang menawarkan hal tersebut kepada Nabi Muhammad saw setelah mengetahui betapa jujur dan luhur akhlak beliau. Agaknya pendapat pertama lebih logis, apalagi Nabi Muhammad saw dan juga Abu Thalib itu hidup sederhana dan membutuhkan tambahan biaya hidup. Hanya saja perlu digaris bawahi hal penting dalam riwayat ini, yaitu bahwa Abu Thalib ketika datang menawarkan keinginan Nabi Muhammad saw untuk bekerja sama dengan khadijah, Abu Thalib menuntut agar Muhammad saw memperoleh imbalan yang melebihi imbalan mereka yang selama ini bekerja sama dengan Khadijah. Dalam riwayat itu dinyatakan bahwa Abu Thalib berkata kepada Khadijah “Aku mendengar bahwa engkau memberi imbalan dengan dua ekor anak unta. Tetapi saya minta agar engkau memberi Muhammad dengan empat ekor.” Khadijah menjawab : “kalaupun orang lain yang meminta demikian, aku akan kabulkan, apalagi yang meminta ini adalah orang dekat yang aku hormati”.



2.       Lamaran
Dengan penuh keyakinan kita dapat berkata, tanpa mempersoalkan nilai riwayat yang disebut di atas, bahwa Khadijah ra pada hakikatnya mengenal dengan benar Muhammad saw dan keistimewaan beliau, baik sebelum bekerjasama dalam bisnis, lebih-lebih setelah kerja sama itu.
Muhammad saw juga pasti telah mengetahui tentang Khadijah dan keistimewaannya; Khadijah dari keluarga yang sangat terpandang, sangat terhormat, dan dikenal sebagai wanita Quraisy terkemuka dan kaya raya. Dia menjadi buah bibir masyarakat karena kecantikan dan kekayaannya jadi bukan hanya satu atau dua orang yang melamar kepadanya.
Ada riwayat yang menyatakan bahwa Khadijah yang secara langsung menyampaikan maksud sucinya kepada Muhammaad saw, tetapi riwayat yang lebih kuat menyatakan bahwa Khadijah membisikan pada sahabatnya Nufaisah binti Munyah untuk “mengukur denyut Muhammad” guna mengetahui sikap beliau jika menikah dengan Khadijah.
Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa Khadijah yang secara langsung menyampaikan maksud sucinya kepada Muhammad saw. Riwayat lain yang lebih kuat adalah riwayat sebelum ini, yakni yang menyatakan bahwa Khadijah membisikkan kepada sahabatnya, Nufaisah binti Munyah. Penulis menilai riwayat ini lebih logis, karena kendati Khadijah seorang wanita cantik dan kaya serta diminati oleh banyak pria, tetapi Muhammad saw pun seorang yang sangat dikenal kejujuran dan ketampanannya serta diminati pula oleh wanita-wanita cantik, baik gadis maupun janda. Khadijah wajar berfikir dan tidak yakin akan disambut baik, karena umumnya ketika itu sebanding dengan umur Aminah, ibu Muhammad saw seandainya Aminah masih hidup. Khadijah wajar berfikir dua-tiga kali, karena ia adalah janda, bukan hanya baru menikah sekali, tetapi dua kali. Pertama dengan Abu Halah bin Zararah at-Tamimi dan memperoleh tiga orang anak, yaitu Hind, ath-Thahir, dan Halah. Sedangkan pernikahan yang kedua setelah wafatnya suami pertama dengan Atiq bin Abid bin Abdillah al-Makhzumy dan memperoleh anak yang dinamai juga Halah.




3.      Perkawinan Muhammad saw dengan Khadijah secara Islami
Amr bin Asad menyambut khutbah uluran tangan ini dengan berucap singkat :
هذا فحل لا يجدع أنفه
Ini adalah unta jantan yang tidak dipotong/ditandai hidungnya

Mendengar khutbah ini, Abu Thalib berucap :
قد أحببت أن يشركك عمها
Aku suka bila pamannya ikut serta denganmu (yakni dalam mengawinkan ini).

Maka pamannya berkata :
اشهدوا علي يا معا شر قريش أني قد أنكحت محمد بن عبدالله خديجة بنت خويلد
Bersaksilah atasku, bahwa aku telah menikahkan Muhammad bin Abdullah dengan Khadijah binti Khuwailid.

Maka semua hadirin, pemuka Quraisy menjadi saksi penikahan itu.Dari uraian diatas terbaca bahwa perkawinan Nabi Muhammad saw dengan Khadijah berlangsung demikian rapi dan sangat “islami”. Ada Khutbah nikah, ada ijab dan qabul, ada saksi-saksi, dan jelas juga identitas kedua calon pengantin. Mahar pun telah di tentukan. Memang cara seperti ini merupakan salah satu dari cara perkawinan pada masa jahiliyah, dan cara itulah yang dilestarikan oleh Islam.

4.      Motivasi pernikahan Muhammad saw dan Khadijah ra.
Mengapa Nabi Muhammad saw bersedia menikah dengan Khadijah ra yang usianya seumur dengan ibu beliau, seandainya ibu beliau masih hidup. Dan yang telah menikah dua kali dan memiliki anak-anak,
Anda bisa berkata : karena Khadijah adalah wanita yang mulia lagi diidamkan oleh banyak pria, yang mampu memilih siapa yang dinilainya wajar untuk menjadi pendampingnya, dan ternyata pilihannya tepat. Pilihannya itu bertemu dengan sosok lelaki yang meyakini bahwa kebahagiaan rumah tangga bukan ditentukan oleh banyak sedikitnya materi seorang atau karena statusnya sebagai gadis atau janda, tetapi ditentukan oleh kepribadiannya yang luhur dan asal usulnya yang bersih serta kematangannya dalam berfikir dan bertindak dan itulah yang pemuda Muhammad temukan pada sosok Khadijah ra bukankah sejak remaja-remaja sebabnya di usia muda berbeda pula dengan pemuda-pemuda masyarakatnya?
“Hati berada diantara dua jari-jari tangan Allah, Dia yang membolak-balikkannya, sebagai kehendaknya.” Ada cinta yang dapat diusahakan manusia, tetapi ada juga cinta yang di anugerahkan Allah kepada siapa yang di kehendaki-Nya tanpa manusia dapat menampiknya.
Nah, inilah yang terjadi pada diri Nabi Muhammad saw dan Khadijah ra Allah menganugerahkan itu, antara lain karena Allah menghendaki agar pendamping Nabi Muhammad pada masa-masa sulit adalah seorang yang memiliki watak, pengalaman, kaya, tidak berkurang dalam kecantikan dan harta, serta mampu pula memberi anak-anak. Nanti, pada masa tantangan berat Nabi Muhammad saw maka atas petunjuk Allah pulu, beliau menikah, antara lain dengan Aisyah yang muda dan cerdas, karena ketika itu diperlukan pendamping, bahkan pendamping yang dapat merekam rincian ajaran agama yang dijelaskan dan diperagakan oleh Nabi agung itu. Hal yang belum dibutuhkan pada periode Mekkah.

5.      Kehidupan Rumah Tangga
Lima belas tahun lamanya Nabi Muhammad saw hidup dalam rumah tangga bahagia. Tidak banyak informasi yang dapat ditemukan menyangkut kehidupan Muhammad saw pada masa-masa sebelum kehadiran wahyu. Informasi yang banyak adalah pada masa kenabian. Dari informasi yang diberikan oleh mereka yang dekat dengan nabi Muhammad saw di temukan bahwa kehidupan rumah tangga beliau dipenuhi oleh sakinah, karena teraktualisasinya mawadah dan rahmah dalam kehidupan mereka. Banyak bukti tentang hal tersebut, bukan saja pada masa hidup Khadijah, tetapi juga setelah kematiannya. Selama 15 tahun itu, Muhammad saw. Tidak menikah dengan seorang pun. Aisyah mencerikan bahwa tiga tahun setelah meninggalnya Khadijah, baru nabi saw bercampur dengannya. Kesetiaan dan kenangan manis Nabi saw kepada Khadijah begitu tinggi dan indah, bukan saja pada masa hidup beliau, tetapi jauh setelah berpulangnya Khadijah, sekitar 10 tahun setelah kenabian.[12]

E.     Wahyu Pertama dan Orang-orang pertama yang memeluk Islam
1.      Wahyu Pertama
Wahyu dari segi bahasa berarti “ isyarat yang cepat ,” sedangkan menurut terminologi “ informasi Tuhan kepada manusia pilihan-Nya menyangkut ajaran agama atau semacamnya.” Syaikh Muhammad Abduh mendefinisikan wahyu sebagai “ irfan / informasi yang jelas yang diperoleh seseorang dari Allah disertai dengan keyakinan tentang kebenarannya. “
Nabi Muhammad menggambarkan bahwa apa yang diinformasikan oleh Allah kepada beliau terpatri dalam kalbu beliau. Bermacam – macam cara Nabi Muhammad SAW menerima wahyu. Beliau melukiskan bahwa ada wahyu yang beliau terima dengan sangat berat, disertai sesuatu berupa gerincing lonceng yang terdengar nyaring di telinga. Ada juga yang disertai suara yng menyerupai suara lebah. Seperti diketahui kepakan sayap – sayap lebah mencapai tingkat kecepatan 250 kepakan per detik. Itulah yang mengakibatkan dengung.
Dari hadis – hadis disimpulkan bahwa dalam konteks wahyu Allah terhadap Nabi Muhammad SAW melalui kehadiran malaikat, ada dua cara kehadiran malaikat, pertama, malaikat datang kepada dirinya menampakkan wujud asli, dan ketika itu Nabi SAW melihatnya dengan mata kepala, karena ketika itu kondisi / dimensi kepribadian beliau diangkat ke tingkat malaikat. Sedang yang kedua adalah malaikat beralih dari dimensi kemalaikatannya ( yang tercipta dari cahaya )ke dimensi manusiawi ( yang tercipta dari tanah ) dan dalam kondisi ini, bisa saja manusia biasa selain Nabi SAW melihat malaikat dalam bentuk manusia. Memang mata manusia tidak mampu melihat malaikat dalam bentuk aslinya, karena matanya tidak setajam apa yang diperlukan untuk melihat malaikat. Mata manusia memiliki keterbatasan.
Wahyu pertama yang diterima oleh nabi Muhammad SAW adalah (Q.S al – alaq : 1 – 5 ) pada bulan ramadhan, pada malam ketujuh belas tepatnya 6 Agustus 610 M, pada usia 40 tahun. Menurut riwayat yang populer, malaikat Jibril atas perintah Allah datang menemui Nabi Muhammad SAW yang ketika itu dlam keadaan penuh kesadara. Ketika itulah malaikat agung menyampaikan wahyu al – Qur’an yang pertama :
ù&tø%$#ÉOó$$Î/y7În/uÏ%©!$#t,n=y{ÇÊÈt,n=y{z`»|¡SM}$#ô`ÏB@,n=tãÇËÈù&tø%$#y7š/uurãPtø.F{$#ÇÌÈ
Ï%©!$#zO¯=tæÉOn=s)ø9$$Î/ÇÍÈzO¯=tæz`»|¡SM}$#$tBóOs9÷Ls>÷ètƒÇÎÈ

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang mencipta, yang telah menciptakan manusia dari al – alaq. Bacalah dan Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan pena, yang mengajar manusia apa yang belum dia ketahui ( Q.S Al – alaq 1 – 5 )
Sebelum ini telah dikemukakan bahwa wahyu diterima nabi Muhammad SAW dengan amat berat. Di kali pertama, menurut penuturan Nabi SAW sendiri, beliau dirangkul sedemikian keras oleh malaikat Jibril sehingga beliau mencapai puncak keletihan, bahkan meras mungkin itulah ( proses awal ) kematian. Beliau diperintahkan oleh malaikat Jibril agar membaca : ( اقراء) “Bacalah!” kata jibril. Nabi Muhammad SAW menjawab   انا بقارئماAku tidak dapat membaca[13]
Setelah tiga kali diperintah demikian, barulah beliau berucap, “ Apa yang harus saya baca? Lalu Jibril menyampaikan lima ayat pertama surat al – alaq. Bisa jadi jawaban – jawaban beliau di kali ketiga itu bertujuan membebaskan beliau dari rangkulan kuat malaikat jibril bisa jadi juga ketika itu barulah beliau sadar bahwa perintah “ membaca “ yang dimaksud bukanlah pengertian “mengucapkan secara jelas sesuatu yang tertulis dalam satu naska, tetapi maknanya adalah membaca atau menghimpun dalam benak sesuatu walau tanpa ada teks tertulis.” Karena memang demikian salah satu makna dari kata iqra’.
2.      Orang-orang Pertama Yang Masuk Islam
Dapat dipastikan bahwa Khadijah adalah manusia pertama yang percaya terhadap Nabi Muhammad SAW. Istri pertama dan tercinta nabi Muhammad itulah membenarkan, bahakan mendukung beliau sebelum adanya perintah ayat al – Muddatstsir. Khadijah ra. Adalah orang yang paling mengenal Nabi Muhammad SAW luar dan dalam. Bisa jadi orang luar mengenal seseorang, tetapi pengenalannya tidak seluas orang dalam rumah, apalagi istri. Atas dasar itu, wajar jika dinyatakan bahwa Khadijah ra. Adalah manusia pertama yang mempercayai kenabian Nabi Muhammad SAWdisusul oleh Ali bin Abi Thalib, yang juga “ orang dalam rumah “ sepupu dan anak asuh yang tinggal bersama nabi. Diriwayatkan bahwa Sayyidina Ali yang ketika itu berusia sepuluh tahun, menemukan Nabi Muhammad SAW sedang sujud dan ruku’ ( shalat ) bersama Khadijah ra. Lalu dia bertanya terhadap siapa mereka sujud? Maka Nabi Muhammad SAW mengajaknya memeluk islam. Sayyidina Ali meminta waktu untuk bermusyawarah dengan ayahnya, Abu Thalib. Tetapi setelah semalam merenung, keesoakan harinya dia memutuskan untuk memeluk islam tanpa meminta izin dari ayahnya. Konon dia berkata : “ Tuhan menciptakan akau tanpa Dia berunding dengan ayahku Abu Thalib, maka mengapa aku harus bermusyawarah dengannya untuk menyembah Allah yang menciptakan?”
Zaid bin Haritsah, kekasih dan bekas anak angkat beliau termasuk juga orang pertama yang memeluk islam. Abu Bakar ra. Yang merupakan orang diluar keluar yang mempercayai beliau karena Abu Bakar adalah teman akrab Nabi SAW sejak sebelum masa kenabian. Abu Bakar ra. Memiliki pandangan jauh, kejernihan hati, dan pikiran. Beliau juga dikenal luas oleh masyarakat Jahiliyah, bukan saja karena kekayaan, ketampanan dan penampilannya yang selalu indah, tetapi juga karena pengetahuannya yang luas, khususnya dalam bidang garis keturunan suku Quraisyi. Abu Bakar ra. Jauh sebelum masa kenabian telah lama mengenal dan bersahabat dengan Nabi SAW, bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa beliau ikut dalam kafilah perdagangan ke Syam bersama Nabi Muhammad SAW. Bisa jadi juga Abu Bakar ra. Telah mendengar tentang akan hadirnya seorang nabi, maka karena itu tidak heran begitu beliau mendengar dari seseorang yang tinggal dirumah Khadijah yang menyatakan bahwa Muhammad SAW adalah seorang nabi, Abu Bakar bergegas menemui sahabatnya, Muhammad SAW dengan tulus pula menyampaikan kepada Abu Bakar apa yang dialaminya ketika berada di Gua Hira. Abu Bakar   langsung membenarkan beliau dan bersaksi akan keesaan Allah dan Kerasulan Muhammad SAW. Tokoh – tokoh diatas merupakan orang – orang pertama yang masuk islam.
Sementara ulama berusaha mengkompromikan keislaman tokoh – tokoh tersebut diatas dengan memutuskan bahwa : “ Wanita pertama yang memeluk islam adalah Khadijah, orang dewasa yang pertama adalah Abu Bakar, remaja pertama yang masuk islam adalah Ali bin Abi Thalib, dan bekas budak pertama adalah Zaid Ibn Haritsah, sedangkan Bilal bin Rabah adalah orang pertama yang memeluk islam dari mereka yang berstatus budak.
Termasuk juga dalam kelompok pertama mememluk islam adalah putri – putri Nabi SAW, walaupun tidak secepat Khadijah dan Ali ra. karena mereka telah berumah tangga ( yakni brada diluar rumah ) sehingga mereka tidak secepat orang dalam rumah yang mendengar berita Nabi SAW, bahkan boleh jadi mereka mendengarnya,tetapi karena suami mereka tidak percaya, maka merekapun tidak segera beriman dan Nabipun ketika itu belum menyampaikan ajaran islam keluar rumah.
Atas ajakan Abu Bakar ra. Tokoh – tokoh lain meyusul, seperti Ustman bin Affan, az – Zubair bin al Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’id bin Waqqash, Thalhah bin Abdillah, Ja’far bin Abi Thalib, dan beberapa lainnya.
Setelah mereka itu, datang kelompok kedua yang memeluk islam, antara Ab Ubaidah, ‘Amir Ibn Jarrah, Abu Salamah, Abu Dzar al Ghifari bersama saudaranya Anis dan ibu mereka dan lain – lain.
Ketika jumlah pengikut Nabi telah mencapai sekitar tiga puluh orang, Nabi Saw memilih kediaman al – Arqam bin al – arqam, yang juga telah memeluk islam , sebagai tempat pertemuan guna memperoleh bimbingan beliau dan juga tempat bagi mereka yang berminat memeluk islam untuk menyampaikan niatnya kepada Nabi SAW.[14]






IV.             KESIMPULAN
Rasulullah mempunyai nasab yang mulia lagi terhormat, yaitu terdiri dari bapak-bapak yang suci dan ibu-ibu yang suci pula. Rasulullah lahir di Makkah pada hari Senin di Suqul Lail hari ke-17 bulan Rabiul Awal tahun Gajah bertepatan pada tahun 571 M. Coiussin Perseval mengatakan Rasulullah lahir pada tanggal 20 Agustus 571 Miladiyah, Freman mengatakan tanggal 20 Agustus 569, Palmen mengatakan pada tanggal 20 Septembel 571 M, dan Muler mengatakan pada tahun 570 Miladiyah. Sejak kecil Rasulullah sudah ditinggal oleh orang tuanya. Pada usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari kakek beliau meninggal dunia, kemudian hak asuhnya dilimpahkan ke Pamannya yaitu Abu Thalib sampai beliau menikah dengan Siti Khadijah. Wahyu pertama yang diterima Rasulullah adalah Q.S Al Alaq ayat 1-5 dan golongan orang yang pertama kali masuk Islam yaitu Khadijah, Ali Bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Abu Bakar, dan Bilal bin Rabbah.

V.                PENUTUP
Demikian makalah ini penulis susun, apabila terjadi kekurangan dan kesalahan dalam penulisan, penulis mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembacanya. Terima kasih.













DAFTAR PUSTAKA

Al Husaini, Al Hamid.Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW, Jakarta: Waqfiyah Al-Hamid Al-Husaini Press.
Al-Abrasyi,M. Athiyah. (2011).Biografi Muhammad, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Bek, Muhammad al-Khudhari.(2010). Nuurul Yaqiin. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Rahman,Syafiyyur.(2012). Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Rus’an. (1981).Lintasan Sejarah Islam di Zaman Rasulullah SAW, Semarang: Wicaksana.
Shihab,M. Quraish.(2012). Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, Tanggerang: Lentera Hati.
Yasien,Khalil.(1995). Muhammad di Mata Cendekiawan Barat,Jakarta: Gema Insani Press.


[1] Muhammad al-Khudhari Bek, Nuurul Yaqiin, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010). hlm. 5-7
[2] Asy Syaikh Khalil Yasien, Muhammad di mata cendekiawan Barat, (Jakarta: Gema Insani press, 1995) hlm. 24
[3] Al Hamid Al Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw, (Jakarta: Waqfiyah Al-Hamid Al-Husaini Press), hlm.209
[4] M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, (Tanggerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 213
[5] M. Athiyah Al-Abrasyi, Biografi Muhammad, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 53
[6]Rus’an, Lintasan Sejarah Islam di Zaman Rasulullah Saw, (Semarang: Wicaksana, 1981) hlm. 21
[7]Al Hamid Al Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw, (Jakarta: Waqfiyah Al-Hamid Al-Husaini Press), hlm. 224-225
[8] Syaikh Syafiyyur Rahman Al Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm. 50.
[9]Syaikh Syafiyyur Rahman Al Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm. 51
[10] M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, (Tanggerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 261.
[11]Syaikh Syafiyyur Rahman Al Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm. 52
         [12]M. Quraisy shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW,(Tangerang: Lentera hati, 2012), hlm. 267-290.
[13]M. Quraish Shihab,  Membaca  Sirah Nabi Muhammad SAW, ( Tanggerang : Lentera hati, 2012 ), hlm. 324

[14]M. Quraish Shihab,  Membaca  Sirah Nabi Muhammad SAW, ( Tanggerang : Lentera hati, 2012 ), hlm. 338

Tidak ada komentar: