Masyarat
Nusantara kaya akan tradisi lama yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita.
Sampai sekarang kita masih dapat menikmati berbagai khasanah budaya yang tidak
ternilai harganya.Salah satu benuk peninggalan tersebut adalah karya sastra.Sastra
merupakan slah satu hasil dari interelasi nilai budaya jawa dan islam.
Keberadaan karya sastra dalam perspektif kebudayaan secara langsung maupun
tidak langsung telah melahirkan berbagai
kemungkinan yang dapat dikatakansebagai kekayaan semesta. Sastra dalam
masyarakat jawa memiliki peranan yang cukup penting.Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya sastra baik lisan maupun tulisan.Sastra merupakan media yang
dianggap penting dalam mengerjakan dan menjaga nilai- nilai jawa.Adapun dalam
perjalanannya, sastra jawa juga memiliki banyak perkembangan, baik dalam gaya bahasa maupun gaya penulisannya.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dikaji interelasi dan korelasi antara
nilai jawa dan ajaran islam dalam membentuk jati diri dari sastra, khususnya
sastra jawa.
II. RUMUSAN MASALAH
A.
Apa
pengertian sastra dalam?
B.
Bagaimana
perkembagan sastra jawa?
C.
Bagaimana
interelasi nilai jawa dan islam dalam bidang sastra?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
sastra
Pengertian
sastra jika diartikan secara istilah
ialah sesuatu yang menunjuk pada suatu ilmu dengan bahasa yang luas. Menurut
Teeuw bahwa kata sastra dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa sanksekerta
“ Sas “ yang berarti mengarahkan, mengerjalkan, memberi petunjuk atau intruksi.
Akhiran “Tra” menunjuk pada alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku intruksi
atau pengajaran. Biasanya kata sastra diberi awalan “su” ( menjadi susastra ).
“su” artinya baik, indah, sehingga istilah susastra berarti pengajaran atau
petunjuk yang tertuang dalam suatu tulisan yang berisi tentang hal – hal yang
baik dan indah.[1]Istilah
sastra dalam bahsa inggris dikenal dengan istilah “literature” yang menunjukkan
karya tulis yang dicetak (sebenarnya juga termasuk karya sastra yang tidak
hanya ditulis, tetapi yang tidak ditulis atau lisan). Austin Werren
mengemukakan bahwa ‘sastra’ merupakan suatu kegiatan kreatif atau sebuah karya
seni yang terkait dengan hal- hal yang tertulis maupun yang tercetak, termasuk
karya sastra lisan.Jadi, karya sastra merupakan sebuah karya yang imajinatif
yang diterapkan dalam seni sastra.
A.
Periodesasi
sastra jawa
Periode
awal pertumbuhan sastra jawa, khususnya sastra tulis sangat dipengaruhi oleh
sastra hindu dan budaya india. Hali ini terlihat pada karya sastra jawa kakawin
dan kitab – kitab parwa.Dari segi bahasapun banyak karya sastra yang
menggunakan bahasa sanksekerta. Kitab – kitab hindu banyak yang menjadi rujukan
bagi pengarang jawa, terutama dua kitab yang palng masyhur yaitu, kitab Ramayana
dan Mahabarata. Bahkan ada yang berpendapat bahwa munculnya sastra jawa
adalah bersamaan dengan sejak lahirnyakitab Ramayana Kakawin pada abad ke 9.
Seiring
dengan perkembangan sastra jawa tulis, sastra jawa lisan juga mewaanai
perkembagan sastra jawa kuno. Pengaruh –
pengaruh Hindu – Budha diolah oleh nilai – nilai asli yang dihayati dari
masyarakat budaya jawa pada waktu itu.Sastra jawa kuno identik dengan sastra
keratin.Para pujangganyapun hanya berasal dari kalangan keratin.Periode ini
sering disebut sebagai zaman Renaisains Jawal, yang berlangsung antara abad 8 –
15 yakni Jawa Budha dan Jawa Hindu. Para pujangga pada zaman ini antara lain :
Empu Sedah, Empu Panuluh, Empu Darmaja, Empu Monaguna, Empu Kanwa, Empu
Trigana, Empu Tanakung, Empu Prapanca, Empu Tantular. Yang menjadi Maecenas
para pujangga keratin adalah Kerajaan Kahuripan, Kediri, Singosari, dan
Majapahit.[2]
Karya
sastra jawa pada masa ini memang tumbuh di lingkungan istana dan lahir dari
para pujangga atas dukungan kerajan.Kitab – kitab parwa yang digubah saat itu
dimaksudkan sesuai catatan peristiwa historis para penguasa.Misalnya kisah
dalam kitab Arjuna Wiwaha, yang disebut – sebut sebagai gambaran
perjalanan hidup Raja Airlangga.[3]
Oleh karena itu sangat mungkin ketika itu para pujangga melakukan “ penghalusan
“ peristiwa sebagai upaya menunjukkkan sikap loyal kepada kerajaan.
Karya
sastra jawa mengalami kebangkitan pada abad ke XVIII dan XIX.Karya sastra pada
masa ini digubah oleh para pujangga kerajaan terutama Surakarta dan
Yogyakarta.Berdasarkan perjalanan sejarah, sastra jawa mengalami kebangkitan
akibat peran keratin.Kehadiran kompeni yang semakin lama menggeser kekuasaan
politik kerajaan, dan campur tangan kompeni yang semakin mencengkram
menyebabkan kerajaan lebih banyak berperan sebagai pusat kesenian dan
kesustraan.
Pengaruh kompeni terhadap kerajaan semakin
besar sejak disetujuinya Perjanjian Giyanti yang membagi kerajaan mataram
menjadi dua yaitu Surakarta dan Yogyakarta.Kondisi ini diperburuk dengan adanya
penurunan derajat dan martabat raja.Semula derajat sunan dan sultan sejajar
dengan raja belanda, namun semenjak perjanjian giyanti kedudukan sunan dan
sultan dibawah raja belanda yang harus menghormatinya.Situasi semakin kacau
dengan adanya pengurangan wilayah – wilayah kerajaan pemerintah belanda.
Akibatnya sumber kerajaan semakin sedikit, kemakmuran berkurang dan rakyat
semakin menderita.Para pujangga yang melihat situasi rakyat yang semakin
mengalami krisis akhirnya menggugah diri dan berusaha untuk menegakkan kembali
nilai – nilai dan norma – norma tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang.
Jalan yang ditempuh para pujangga adlah dengan cara menulis dan menggubah
sastra yang berisi ajaran, piwulang, dan sebagainya. Penulisan ini dimaksudkan
sebagai langkah antisipasi terhadap gejala – gejala krisis, sekaligus untuk
menyatukan kekuatan masyarakat dibawah naungan raja.[4]
Dalam
periodesasi sastra jawa, terdapat beberapa penggolongan hasil karya sastra,
yakni berdasarkan kaitan dengan kurun
waktu ,yakni jawa kuno, Jawa baru dan jawa modern. Ada pula yang berdasar pada
kerajaan, yakni sastra zaman hindu, zaman majapahit, zaman islam, zaman Mataram
dan sesudah mataram. Sedangkan Pigeaud memperinci periodesasi sastra berdasar
pengaruh kebudayaan, yaitu :
1.Periode pertama adalah pra – islam
(900 – 1500 M), dimana peninggalan – peninggalan jawa kuno sebagian besar
ditulis di jawa timur. Periode ini sangat dipengaruhi oleh kebudayaan india.
Dari perkembangan perkembangan kebudayaan jawa ditemukan bukti bahwa kebudayaan
hindu sangat berperan dalam pembentukan sastra jawa kuno, mulai dari pengenalan
huruf sampai pada sastra keagamaan, seperti Mahabarata dan Ramayana yang
mengandung ajaran moral.
2.Periode kedua adalah periode Jawa
– Bali. Pada periode ini sastra jawa berada dalam lingkup pengaruh raja hindu
di bali. Sastra jawa dilestarikan dan dipelihara oleh orang – orang hindu
majapahit yang lari ke bali karena tidak mau memeluk islam.
3.Periode ketiga adalah era sastra
pesisiran. Di daerah pesisir utara jaw yang menjadi pusat perdagangan seperti
Surabaya, Gresik, Jepara, Demak, Cirebon, Banten merupakan pusat munculnya
sastra jawa pesisiran.[5]
Perkembangan Sastra Jawa dapat
diketahui dan dikenali melaluidua sumber, yaitu sumber tertulis dan sumber
lisan.Sastra tulis sendiripada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi
lisan, yangmerupakan bagian terpenting dalam awal pertumbuhan Sastra Jawa
padamasa pra-Islam (Hindu-Budha).Masuknya Hindu dan Budha ke Jawasangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan SastraJawa Sansekerta,
berdampingan dengan tradisi lisan dalam kebudayaanJawa.Pada masa itu sastra
tulis tumbuh dan berkembang hanya dilingkungan Keraton dan kaum
Brahmana.Sedangkan sastra lisansebagai tradisi kerakyatan otentik tumbuh dan
berkembang di kalanganrakyat.
1.
Periode
Sastra Jawa Kuna
Periode awal pertumbuhan sastra Jawa, khususnyasastra tulis sangat
dipengaruhi oleh sastra Hindu dan budayaIndia.Hal ini terlihat dalam karya
Sastra Jawa kakawin dankitab-kitab parwa.Dari segi bahasa pun
banyak karya sastrayang menggunakan bahasa sansekerta.Kitab-kitab Hindubanyak
yang menjadi sumber rujukan bagi pengarang Jawa, teruma dua kitab yang paling masyhur
yaitu, kitab Ramayanadan Mahabarata.Bahkan ada yang berpendapat
bahwamunculnya Sastra Jawa adalah bersamaan dengan sejaklahirnya kitab Ramayana
Kakawin pada abad ke-9.
2.
Periode Sastra
Jawa Madya
Karya Sastra Jawa mengalami kebangkitan pada masaabad XVIII dan
XIX.Karya sastra masa pada masa ini digubaholeh para pujangga kerajaan,
terutama Surakarta danYogyakarta.Berdasarkan perjalanan sejarah, Sastra
Jawamengalami kebangkitan akibat peran keraton. Kehadirankompeni yang semakin
lama menggeser kekuasaan politikkerajaan, dan campur tangan kompeni yang
semakinmencengkeram menyebabkan kerajaan lebih banyak berperansebagai pusat kesenian
dan kesusastraan
3.
Periode Sastra
Jawa Modern
Periode perkembangan Sastra Jawa setelah ZamanSastra Jawa Madya
adalah era Sastra Jawa Modern, yang jugasering disebut Sastra Jawa Gagrag
Anyar.Sastra Jawa Modern tidak lagi bersumber dari sastrakeraton, sebagaimana
Sastra Jawa Kuna dan Madya. DalamSastra Jawa Modern, dominasi sastra keraton
mulai surut. Halini terjadi karena para pujangga Jawa modern tidak
lagididominasi oleh kalangan keraton, tetapi telah meluas dikalangan masyarakat
luas.sastra yang hidup didaerah pedesaan tidak didukung olehtradisi tulis
menghasilkan sastra lisan. Tradisi lisan yang ada di masyarakat pedesaan lebih
luas penyebarannya karena tidak terikat penciptaan kembali oleh
penyalin.Tradisi ini juga lebih mudah diterima oleh masyarakat tanpa melibatkan
kemampuan tulis menulis, sehingga tradisi ini dapat melampaui batas – batas
budaya.Dengan demikian, tradisi lisan ini dapat dijadikan sumber dan rujukan
bagi penulis istana. Sebaliknya karya sastra yang berkembang di kalangan istana dengan media
bahasa tulis serta terkait oleh penyalin, sehingga tidak mampu dikonsumsi oleh
masyarakat umum.[6]
Dalam kehidupan
masyarakat kita, tradisi islam melahirkan jenis sastra yang tersendiri yang
dikennal sebagai satra rakyat. Dalam benttuk naratif, satra rakyat dapat berupa
cerita pelipur lara, legenda, mitos, anekdot, cerita jenaka maupun cerita –
cerita binatang. Sementara dalam bentuk puisi, tradisi sastra rakyat berupa pantun, teka – teki seloka, dan
sebagainya. Karya sastra tersebut lahir dari komunitas masyarakat desa
tradisional, dengan media penyampaiannya secara keseluruhan melalui pengucapan
lisan.Untuk itu dalam pemeliharaan dan penyebarannya memerlukan ketekunan
penghafalan dan pengingatan yang tajam.Dengan demikian sastra lisan itu dapat
terus berkembang dan terpelihara sesuai dengan unsur – unsur keindahan yang ada
di dalamnya.Karya satra sejarah sering pula dikatakan sebagai genre baru
dalam warisan sastra Nusantara traisional. Beberapa ahli menyebutkan bahwa
sastra ini muncul bersamaan dengan berkembangnya agama islam di nusantara
sekitar abad XIV dan XV Masehi. Meskpun pernyataan itu sebenarnya tidak
sepenuhnya benar, karena di jawa pada masa hindu sudah ditulis Kitab Pararaton,
yang mempunyai ciri – ciri mirip dengan karya sastra sejarah dimaksud.Berkembangnya
tulisan jawi di Nusantara ini memberikan kontribusi besar bagi penulisan karya
– kaya sastra. Di samping itu juga menjadi semangat bagi orang – orang
nusnatara untuk membaca khasanah keilmuan islam yang terekam dalam tulisan jawi.
C.Interelasi Nilai Jawa dan Islam Terhadap Sastra
Penyebaran
agama Islam di Jawa harus berhadapan dengan dua jenis budaya kejawen, yaitu budaya
istana yang telah canggih dalam mengolahunsur-unsur Hindu dan budaya pedesaan
yang hidup dalam tradisi animismedinamisme.Dalam perjalanan sejarah, ternyata
budaya istana sulit menerima agama baru ini dan hal tersebut membuat para
penyebar agama Islammenekankan kegiatannya pada lingkungan pedesaan.[7]Di
sini Islam sebagai agama telah menempatkan fungsi social yang berorientasi ke
lapisan bawah.Dari struktur ini, orang Jawa yang telah beragama Islam menjadi
kelompok sendiri yang dikenal dengan istilah santri.Kelompok santri ini
kemudian membangun komunitas religious yang berpusat di masjid.Dengan munculnya
komunitas santri ini kemudian berimplikasi pada tersebarnya kitab-kitab yang
berbahasa Arab.Dari sini muncullah kebudayaan intelektual pesantren yang
menjadi saingan tradisi istana.
Dan ini menjadi
awal penyadapan para priyayi Jawaterhadap nilai-nilai budaya Islam pesantren.Konsekwensi
yang muncul dariproses penyadapan ini adalah lahirnya naskah-naskah Jawa yang mengungkapajaran
Islam. Interkasi dua budaya ini mulai jelas terlihat setelah berdirinya
kerajaan Demak yang berhasil melahirkan dua jenis sastra, yaitu Sastra Jawa
Pesantrendan Sastra Islam Kejawen. Dalam Sastra Jawa Pesantren, bahasa dan
sastraJawa dijadikan media untuk memperkenalkan ajaran Islam sehingga unsuragama
menjadi inti ajaran. Sedangkan dalam Sastra Islam Kejawen, unsur Islamdisadap
oleh sastrawan jawa untuk mengembangkan, memperkaya dan meng-Islamkan warisan
Sastra Jawa Hindu.[8]
Antara budaya Islam dan Jawa ini saling berhubungan diantara
keduanya, sastra keraton bersumber pada sastra pesantren dan sastra pesantren
dapat berkembang karena adanya dukungan dari pihak keraton.Oleh karenanya,
sebagian pujangga keraton Surakarta adalah santri yang menjadi pujangga.Pada
jaman Islam ini, disamping kitab-kitab suluk muncul pula kitab-kitab yang
berciri mitologi Islam seperti kitab Kejajahan, kitab Menak,
kitab Rengganis dan kitab Ambiya.Karya-karya sastra jaman Hindu-Budha
terdesak ke belakang. Lahir pula karya sastra piwulang, seperti serat Nitisruti,
serat Nitipraja, dan serat Sewaka, yang ketiganya berisi petunjuk
cara mengabdi kepada raja dan cara memerintah.
Selain
itu kebiasaan menuliskan waktu merupakan salah satu unsur yang baru dalam penulisan
karya satra sejarah pada masaislam, meskipun sebenarnya masyarakat tradisional
penentuan waktu sudah ada berdasarkan hitungan tahun saka atau hindu. Penentuan
waktu dengan kalender islam di Nusantara, berawal dari kebiasaan umat islam
dalam menentukan waktu shalat sehari –
hari.Dalam karya sastra sejarah Jawa yaitu Babad Tanah Jawi, raja – raja Jawa
diyakini sebagai keturunan dewa wisnu.Kehadiran agama islam dalam kehidupan
masyarakat Nusantara, tidak menghapuskan sama sekali yang berkaitan dengan
konsep dewa – raja. Dalam beberapa segi, terlihat bahwa islam menguatkan lagi
pengesahan kedudukan raja itu dengan sedikit perubahan. Raja- raja tidak lagi
berasal dari para dewa, tetapi merupakankhalifah atau wakilallah di dunia.
Mereka mempuyai gelar sebagai bayangan Allah dan berperan memberi perlindungan kepada
masyarakat.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
Sastra secara
istilah ialah sesuatu yang menunjuk pada suatu ilmu dengan bahasa yang luas,.Sedangkan
pengertian karya sastra merupakan sebuah karya yang imajinatif yang diterapkan
dalam seni sastra.
Periodesasi
nilai – nilai jawa dan islam pada aspek sastra meliputi : Periode sastra jawa
kuno, periode sastra jawa madya, periode sastra jawa modern, sedangkan
interelasi merupakan hubungan atau keterkaitan, jadi interelasi nilai jawa dan
islam pada aspek sastra dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu islamisasi
kultur jawa dan Jawanisasi islam yang merupakan penginternalisasikan nilai –
nilai islam melalui cara penyusupan kedalam budaya jawa.
V. PENUTUP
Demikian
tugas ini kami buat.Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam
memberikan informasi maupun kesalahan dalam penulisannya, untuk itu, kami
membutuhkan saran dan kritik anda yang sifatnya membangun, demi kebaikan
makalah ini. Semog apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, M. Darori, 2000, Islam dan
kebudayaan jawa, Yogyakarta : Gama Media
Anasom, Merumuskan Interelasi Islam – Jawa, Yogyakarta :
Gamapress
Khalim, Samidi,
2003, Islam spiritualitas Jawa,Yogyakarta : Rasail Media Group
http://Library.walisongo.ac.id
http://Seltercloud.blogspot.com
[1] M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, hal. 139
[2]Library.walisongo.ac.id/ digilib/ files/ disk/ 15
[3]M. Darori amin. Islam dan Kebudayaan Jawa ( Yogyakarta ; Gama Media
2000 ) hal.103
[4]http://Seltercloud.blogspot.com, dani saputra, januari, 9, 2012
[5] Anasom,dkk, Merumuskan Interelasi Islam – Jawa ( Yogyakarta : Gama
media, 2004), hal 118
[6] Anasom, Merumuskan Interrelasi Islam – Jawa, (Yogyakarta : Gama
media 2004 ) hal. 103
[7] Samidi Khalim, Islam
spiritualitas Jawa, ( Yogyakarta : Rasail Media Group 2003 ) hal. 35
[8] Anasom, Merumuskan Interelasi Islam – Jawa, ( Yogyakarta :
Gamapress ) hal. 120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar